Mungkin juga ada nama-nama pribumi asli yang dibaca atau ditulis menurut lidah China, karena pengaruh setiap bahasa dan lidah suatu bangsa atas bahasa yang lain memungkinkan terjadinye penyesuaian ejaan. Contohnya Khabar menjadi Kabr, I’lan menjadi Iklan, dsb. Lebih-lebih pendatang baru bangsa China yang disebut TOTOK, huruf “r” (Indonesia) ditukar menjadi huruf “l”. Sehingga kerja menjadi kelja, borong menjadi Bolong, sabar menjadi sabal, dan sebagainya. akhirnya terjadilah seperti apa yang dikira itu, terdapat nama nama yang berubah dari nama aslinya seperti dalam naskah poortman itu, seperti misalnya :
-KERTABHUMI MENJADI KING TA BU MI,
-SUHITA MENJADI SUNG KI TA,
-TRENGGANA MENJADI TUNG KA LO,
-MUKMIN MENJADI MUK MING,
-BONANG MENJADI BE NANG,
-KI AGENG GRIBIG MENJADI SIAWU JI BIG,
-KI AGENG PENGGING MENJADI HONG PA HING,
-JAKA TINGKIR MENJADI NA PAO CING,
-BINTORO MENJADI BING TO LO,
-RADEN HUSEIN MENJADI KINSAN,
-TOYYIB (PANGERAN HADIRI, SUAMI RATU KALINYAMAT) MENJADI TOO YIT,
-GELAR KEBANGSAWANAN ARYA MENJADI A LU YA,
-JA’FAR SHODIQ (SUNAN KUDUS) MENJADI JA TIK SU,
-JAMBI MENJADI CHAN PEI,
-DSB.
Lagipula dalam didalam bukunya Prof Dr. Slamet Mulyana terdapat kontradiksi antara tokoh Fatahillah (Toh A Bo) yang menjadi Ipar sekaligus ditulisnya sebagai putra Sultan Trenggana (Tung Ka Lo). Demikianlah keterangan Prof Dr. Tujimah.
DOKUMEN YANG HILANG
“Naskah Poormant” yang kemudian menjadi lampiran XXXI dalam “TUANKU RAO” yang konon hanya dicetak untuk kalangan tertentu saja, ternyata hingga saat ini tidak dapat ditemukan walau satu lembarpun.