Eramuslim.com – Selama pandemi ini berlangsung, ada begitu banyak hal yang terjadi. Masker membuat sulit bernapas dan menjadi salah satu keluhan pertama yang terjadi. Miliaran orang tidak terbiasa atau malah tidak pernah menggunakan masker dan sekarang dituntut untuk selalu mengenakannya, di mana pun di ruang publik setiap harinya. Menyusul kemudian, gangguan tidur. Ya, gelombang sulit tidur terjadi di seluruh dunia.
Menurut British Sleep Society, ada sekitar tigaseperempat orang di UK mengalami perubahan dalam pola tidur mereka dan kurang dari separuhnya yang bisa mendapat tidur yang melegakan. Di Departemen Neurologi John Hopkins University, penuh oleh orang-orang yang ingin berkonsultasi mengenai masalah tidur mereka.
Rachel Salas, salah satu anggota di tim neurologi universitas mengatakan bahwa hal ini disebabkan oleh dampak krisis global yang dapat diprediksi. Kekuatiran berlebihan pada masalah kesehatan dan keuangan serta adanya aturan menyebalkan terkait pembatasan dan isolasi.
“Kami menyebutnya ‘COVID-somnia,’” kata Salas kepada The Atlantic, Desember lalu.
Pandemi membuat situasi berada dalam ketidakpastian, meningkatkan rasa cemas yang berakibat pada kesulitan tidur. Itu adalah hal-hal yang bisa diprediksi. Namun Salas menemukan pola yang aneh dalam beberapa bulan terakhir. Gejala susah tidur muncul dari orang-orang yang sudah pulih dari COVID-19. “Kami menerima rujukan dari dokter karena penyakit itu sendiri memengaruhi sistem saraf,” katanya.
Setelah sembuh dari COVID-19, orang-orang melaporkan perubahan dalam perhatian, sakit kepala yang melemahkan, kabut otak, otot yang melemah, dan yang paling umum: Insomnia.