“Di gedung Stadhuis–Museum Fatahillah sekarang–ada duaratus tahanan. Untuk menghemat peluru, mereka semuanya ditusuk sampai mati. Pada tanggal 13, semua pembakaran berhenti dan tidak tampak seorang Tionghoa pun di kota. Semua jalan dan lorong dipenuhi mayat, kali-kali penuh ditimbuni mayat yang menggunung, sehingga orang-orang dapat menyeberang di atas mayat-mayat tanpa kakinya menjadi basah.” tulis G.B Schwarzen.
Tragedi pembantaian terhadap puluhan, bahkan ada yang menyebut ratusan ribu, warga Cina di Batavia yang terjadi di sekitar wilayah Jakarta Kota sekarang, dengan episentrum di sekitar Toko Merah dan Kali Besar, merupakan puncak dari kebijakan Gubernur Jenderal VOC Adriaan Valckenier melihat sudah begitu banyaknya orang Cina di Batavia. Ada proses pendahuluan dan juga akhiran, yang kisah serta sejarahnya bisa dibaca di banyak sumber.
Yang jelas, bangunan besar bernama Toko Merah, merupakan saksi bisu atas tragedi kemanusiaan yang datang silih-berganti di sekelilingnya, dari penjualan sesama manusia sebagai budak, hingga pembantaian warga Cina di Batavia yang akhirnya membuat Gubernur Jenderal Adriaan Valckenier meletakkan jabatan dan ditangkap. Adriaan meninggal di dalam penjara.
Zaman boleh datang silih berganti, jika Toko Merah bisa bersaksi, maka dia akan menceritakan semua kepedihan dan airmata yang pernah tumpah di sekelilingnya, atas nama kekuasaan dan keserakahan. [rz]