Seorang pekerja sedang berdiri di atas tembok tua yang ditemukan. Walau masih misterius, artefak berupa tembok tua tersebut dikategorikan sebagai cagar budaya. (credit: PT Wika)
MRT lintasi wilayah penuh bangunan bersejarah dan cagar budaya
Candrian memberi beberapa masukan kepada PT MRT Jakarta agar tidak mengulangi kesalahan pembangunan sebelumnya, contohnya seperti artefak berupa bangunan tembok kuno di bawah tanah Jakarta ini.
“Karena sudah telanjur. Jadi jangan sampai terulang. Takutnya membuat stasiun MRT malah tambah merusak karena tak belajar dari pengalaman,” ujarnya.
Untuk lokasi stasiun MRT di Kota, Candrian lebih setuju dengan opsi kedua yaitu menempatkannya di Jalan Pintu Besar Selatan, dekat Bank DKI. Lokasi di sana lebih aman karena berada di luar area tembok yang berbatasan dengan Stasiun Kota.
Kekhawatiran itu sebenarnya telah lebih dulu menghinggapi Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta, Silvia Halim. Sebelum berkonsultasi dengan tim ahli cagar budaya, Silvia sudah memperkirakan ada artefak di bawah tanah karena kawasan yang dilalui proyek MRT fase II merupakan wilayah yang penuh bangunan bersejarah dan cagar budaya.
Belajar dari pembangunan infra-struktur kota-kota tua di dunia
Terkait rekomendasi lokasi stasiun MRT di wilayah Kota, Silvia Halim mengaku ada keputusan karena bergantung pada hasil Basic Engineering Design (BED), yang baru akan dimulai pada November 2017.
“Sekarang kami kumpulkan masukan-masukan dan data teknis lapangan selengkap mungin, agar dapat membuat keputusan lokasi yang sesuai,” kata Silvia.
Silvia optimistis persoalan adanya cagar budaya bisa teratasi. Pasalnya, ada beberapa kota di negara lain yang memiliki cagar budaya di bawah tanah, namun tetap bisa membangun jalur dan stasiun kereta.