Kepentingan Jepang dalam skema Indo-Pasifik ini, jelas dimaksudkan untuk membendung pengaruh Cina di Asia Pasifik. Sebab Jepang menyadari betul adanya gagasan membendung pengaruh Cina melalui konsepsi Indo-Pasifik tersebut.
Namun penggagas sesungguhnya di balik konsepsi Indo-Pasifik adalah AS dan Inggris. Hal itu semakin terbukti ketika gagasan yang digodok sejak 2007 lalu, sembilan tahun 10 tahun kemudian diaktualisasikan kembali oleh Donald Trump saat mulai menjabat presiden AS.
Pada Juni 2017 lalu misalnya. Dalam sebuah pernyataan bersama setelah sebuah pertemuan di Gedung Putih, Perdana Menteri India Narendra dan Donald Trump mengatakan bahwa “sebagai penanggung jawab wilayah Indo-Pasifik” mereka menyetujui sebuah kemitraan erat AS-India sebagai “pusat perdamaian dan stabilitas di wilayah ini.”
Selintas tak ada yang istimewa dari pernyataan kedua kepala pemerintahan tersebut, sebab isinya terkesan normative. Namun kalau kita cermati, ketika menggunakan frase “sebagai penanggung jawab wilayah Indo-Pasifik” sebagai kerangka kemitraan AS-India, nampak jelas adanya indikasi AS dan sekutunya untuk mengondisikan terciptanya suatu konstruksi geopolitik baru di Asia Pasifik. Lebih daripada sekadar membendung pengaruh Cina di Asia Pasifik. Meskipun disamarkan dengan kalimat-kalimat muluk seperti memperluas dan memperdalam kemitraan strategis, termasuk “memerangi ancaman teroris, mempromosikan stabilitas di wilayah Indo-Pasifik, meningkatkan perdagangan bebas dan adil, dan memperkuat hubungan energi.”
Nampak jelas konsepsi Indo-Pasifik dijadikan kerangka acuan untuk membangun kemitraan dengan sebuah orientasi geopolitik baru yang sesuai skema AS dan Inggris.