Tak mau membuang waktu, Khrushchev segera memerintahkan pasukan khususnya untuk menemukan makam tersebut. Setelah dicari ke sana ke mari, anak buah pemimpin Negeri Beruang Merah itu mengaku tidak menemukan makam itu.
Selang beberapa hari, ia kembali menghubungi Bung Karno, “Maaf Paduka Presiden, kami tidak berhasil menemukan makam orang yang Paduka cari. Apa Anda berkenan mengganti syarat?”
Di ujung telepon, Bung Karno tersenyum sinis. “Paduka, kalau tidak ditemukan, ya sudah. Saya lebih baik tidak usah datang ke negara Kamerad.”
Jawaban Putra Sang Fajar ini membuat telinga Khrushchev memerah. Khrushchev pun kembali memerintahkan orang-orang nomor satunya langsung menangani masalah ini. “Cari sampai dapat!”
Setelah mengumpulkan informasi dari orang-orang tua Muslim di sekitar Samarkand, anak buah Khrushchev menemukan makam Imam kelahiran Bukhara, 810 Masehi itu. Makamnya dalam kondisi rusak tidak terawat. Imam al-Bukhari memiliki pengaruh besar bagi umat Islam di Indonesia. Ia dimakamkan di Samarkand tahun 870 M.
‘Raja komunis’ itu pun dengan riang kembali menelepon Sukarno dan mengabarkan bahwa makam dimaksud sudah ditemukan, tapi dalam kondisi rusak parah. Presiden Sukarno meminta pemerintah Uni Soviet agar segera memperbaiki dan merawat makam tersebut.
Jika tidak, lanjut Bung Karno, ia menawarkan agar makam tersebut dipindahkan ke Indonesia. Emas seberat makam Imam Bukhari akan diberikan sebagai gantinya.