Mikovits sendiri terus menyerang dr Fauci sejak 2018, tapi tak pernah mendapat respons publik. Baru sekarang saat pandemi terjadi, dia berhasil menjadi pusat perhatian. Entah apa yang membuat Mikovits sangat suka mengusik Fauci.
Pekan lalu dalam sebuah pernyataan di situs web cek fakta Snopes, dr. Fauci menyangkal pernah mengancam Mikovits.
“Aku tidak tahu apa yang dia bicarakan,” tulis Fauci.
National Cancer Institute (NCI) merujuk penyelidikan tentang klaim Mikovits kepada National Institutes of Health, lembaga yang mengawasi penelitian dan pelatihan kanker NCI. Fauci bergabung dengan National Institutes of Health (NIH) sebagai rekanan klinis pada tahun 1968, dan diangkat sebagai direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular di NIH pada 1984.
“Institut Kesehatan Nasional dan Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular (NIH dan NIAID) fokus pada penelitian kritis yang bertujuan mengakhiri pandemi Covid-19 dan mencegah kematian lebih lanjut. Kami tidak goyah dalam taktik beberapa orang yang berusaha menggagalkan upaya kami,” tulis agensi dalam keterangannya.
Di mata para ilmuwan mainstream, kredibilitas Mikovits tak lagi bisa dipercaya. Ini bermula pada 2009, ketika penelitiannya yang terbit di jurnal Science ditarik. Saat itu, Mikovits mengklaim bahwa retrovirus tikus menyebabkan sindrom kelelahan kronis. Tulisan Mikovits ini memunculkan kontroversi di kalangan ilmuwan. Mikovits juga kehilangan pekerjaan di Institute Whittemore Peterson (WPI) sebagai direktur penelitian karenanya.
Beberapa bulan setelah itu, Mikovits dipenjara lantaran menyebarkan dokumen rahasia milik perusahaan tempatnya bekerja. Hukuman ini tidak berlangsung lama karena alasan kesalahan teknis. Sejak saat itu, Mikovits terus menebar teori konspirasi, termasuk soal Covid-19. Buku ‘Plague of Corruption’ laku keras di pasaran AS.
Menurut dr Peter J. Hotez, dekan Fakultas Kedokteran Tropis di Baylor College of Medicine mengatakan popularitas Mikovits menggambarkan bagaimana pergerakan kelompok anti-vaksinasi dengan virus corona. “Kelompok anti-vaksinasi telah menyejajarkan diri dengan kelompok sayap kanan. Senjata mereka (menyebarkan informasi) lewat YouTube, Facebook, dan Amazon,” kata dr. Hotez. (kompas.com)