Dr Abdulmonem Hresha menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana tindakan dan kekejian rezim Moammar Gadhafi-karya. Hresha mengatakan benih oposisi sudah tumbuh sejak ia berusia 10 tahun. Meledaknya revolusi di Libya sekarang ini, sesungguhnya suah memiliki akar yang panjang.
Hresha dan teman sekelasnya dibawa untuk menyaksikan eksekusi lawan politik Gadhafi di depan rakyat. Anak-anaksekolah dibawa oleh aparat pemerintah untuk menyaksikan langsung, bagaimana Gadhafi melaksanakan ekskusi terhadap para penentangnya, ujar Hresha.
"Aparat menutup teleponnya, dan diceritakan di depan ribuan anak-anak kecil," kata Hresha. "Dia melakukan itu untuk menakut-nakuti rakyat Libya", ujar Hresha.
Hresha, yang mengajar fisika di Universitas Tripoli, kemudian melarikan diri ke Kanada. Sejak Gadhafi memburunya, karena dituduh menghasut rakyat Libya, dan memusuhi rezim yang tangannya sudah berlumuran darah. Selama di Kanada, Hresha itu terus bergelut di dunia pendidikan, dan mengajar Islam dan menyebarkan dakwah, di tempatnya yang baru.
Kemudian, sejak Gadhafi mengambil alih kekuasaan, dan melaksanakan revolusi dengan "buku hijau" yang menjadi prinsip dasar negara Libya, yang sesungguhnya berisi ajaran Sosialisme, dan memusuhi dan memerangi kaum Islamis, dan memburu mereka seperti binatang.
Banyak tokoh terkemuka Ikhwanul Muslimin sekarang tinggal di London, dan mereka terus menata gerakan mereka dari London. Mereka para tokoh Ikhwan Libya yang tinggal di London, bekerjasama dengan para tokoh Ikhwan lainnya membangun komunikasi yang sangat intens, dan sekarang mereka mengantisipasi berusaha menjadi pemain penting pasca-Gadhafi. Sekarang Ikhwan yang masih ada di Libya mempunyai peranan dalam pergolakan politik untuk menggulingkan Gahdafi.
Ikhwanul Muslimin seperti di Mesir dan Tunisia, dan di Libya telah diberi energi oleh pergolakan yang melanda dunia Arab. Gerakan Ikhwan yang sudah tertanam dalam kehidupan rakyat, khususnya diberbagai dunia Arab dan Afrika Utaara, sekarang mengambil lperanan yang penting dalam setiap pergolakan politik di setiap negara, dan gerakan yang mula-mula "tertutup" itu, kini bangkit dengan energi yang baru, dan ikut terlibata aktif dalam pergolakan yang berlangsung diseluruh dunia Arab dan Afrika Utara.
Sheikh Yusuf Qardawi yang pernah langsung berinteraksi langsung dengan Gerakan Ikhwanul Muslimin itu, mengatakan, meskipun ia sekarang tidak memiliki hubungan organisasi dengan Ikhwanul secara strukturarl, tetapi ia mengaku memberikan saham nilai-nilai (Islam) yang menjadi dasar dari gerakan Islam IKhwanul Muslimin, yang memiliki ingin membangun kembali Pan-Islamisme di Mesir pada tahun 1928.
Menurut Sheik Qardawi, menyatakan, bahwa sebagian besar anggota Ikhwan di Libya, mereka direkrut menjadi anggota dari kelas menengah yang taat, mereka memiliki berpendidikan yang baik, mereka mengenyam pendidik di kampus universitas di Tripoli dan Benghazi. Kelompok Ikhwanul Muslimin mulai tumbuh dan berdiri di Libya sejak pertengahan 1950-an.
Kekuatan oposisi Islam yang berhadap-hadapan melawan rezim Libya, mulai menjadi sebuah kekuatan yang riil mulai di akhir 1980-an. Gerakan Ikhwan itu merupakan bagian dari munculnya dari "Sahwa" atau kebangkitan Islam yang lebih luas di Libya adalah sebagai reaksi terhadap perilaku politik Gadhafi yang terus-menerus menghancurkan Islam di Libya itu dengan mengangkat dan menjadi ideologi sosialisme sebagai ideologi negara, yang sangat bertentangan dengan Islam. Gadhafi menafsirkan ajaran Islam dengan kaca pandang sosialisme. Gadhafi seorang pengagum Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser, yang kemudian menjadi sekutu utamanya.
Sebelumnya, memang muncul kelompok-kelompok jihadis yang menggalang kampanye menggulingkan Gadhafi dengan jihad, tapi gagal pada 1990-an. Kemudian, Gadhafi melancarakan pembersihan terhadap kelompok-kelompok jihad di Libya dengan tangan besi.
Saat situasi yang sangat kritis luar biasa itu, Gerakan Ikhwanul terfukos pada pembentukan dan pembinaan kader secara tertutup, melalui taklim-taklim dan halaqo-halaqoh dan menanamkan nilai-nilai Islam ke dalam jiwa rakyat Libya. Kelompok Ikhwan lebih banyak bergerak dibidang pendidikan dan sosial yang memberikan pelayanan kepada rakyat Libya.
Tetapi, tetap saja rezim Gadhafi dapat menangkap adanya sinyal-sinyal di kalangan masyarakat dengan munculnya "shahwah" Islamiyah yang terus memperlihatkan geliatnya. Maka, tahun 1998, aparat keamanan Gadhafi’s melancarkan tindakan keras terhadap Ikhwan, dan kemudian melakukan penangkapan besar-besaran. Waktu itu, aparat keamanan Gadhafi menakgap lebih 200 anggota Ikhwan, dan dimasukkan ke dalam penjara dan ratusan lainnya, mereka dipaksa meninggalkan negaranya ke pengasingan, termasuk Hresha.
Meskipun, wakut itu menghadapi represi yang sangat hebat dari aparat keamanan Gadhafi yang menggunakan aparat intelijen, justru Ikhwan tumbuh dengan sangat subur,dan berhasil merekrut ribuan anggota, ujar Hresha. Sekarang benih yang di tanamkan sejak tahun l980 an itu, menyebar di seluruh Libya, dan tidak ada kota di Libya yang tidak memiliki anggota atau kader Ikhwan. Bahkan di Sirte, yang merupakan tempat kelahiran dan kampung halaman Gadhafi tumbuh kader-kader Ikhwan. Ini hanyalah menunjukkan bagiamana kemampuan Ikhwan menghadapi situasi yang sangat sulit sekalipiun, tetap bisa berkembang dan eksis secara baik.
Sesudah menghadap saat-saat yang sulit dari rezim Gadhafi, pada tahun 2006, para pemimpin Ikhwan dibebaskan oleh rezim Gadhafi menghadapi situasi yang semakin krisis di dalam negeri, dan mencoba mendekati Ikhwan untuk memperkuat kekuasaan.
Tetapi, sekarang Ikhwan yang telah mengalamai pengalaman sejarah yang pahit selama kekuasaan Gadhafi yang secara sistematis menghancurkan Islam dan Gerakan Islam, Ikhwan menghadapi situasi yang sekarang ini, Ikhwan bersama-sama dengan kekuatan oposisi. Bahu-membahu menghadapi rezim Gadhafi yang sudah uzur itu. Banyak kader Ikhwan yang sekarang ini terjun langsung bersama kekuatan oposisi untuk berperang melawan pasukan rezim Gadhafi.
Februari, di mana angin gerakan protes mulai bertiup di Libya, dan Sheik Yusuf al-Qaradhawi-seorang ulama terkemuka Mesir, yang kini menetap di Qatar, dan memiliki pandangan yang sangat luas, dan menjaid pembimbing dan pengarah nilai-nilai Ikhwanul Muslimin – mengeluarkan fatwa yang mewajibkan setiap prajurit Libya yang memiliki kesempatan untuk melakukannya untuk membunuh Presiden Gadhafi.
Ikhwanul Muslimin
Al-Amin Bilhaj, seorang tokoh terkemuka di Ikhwanul Muslimin Libya dan Presiden Asosiasi Muslim Inggris (MAB) baru-baru ini melakukan perjalanan ke Benghazi, markas gerakan pemberontak, ujar Hresha.
Para tokoh Ikhwanul Muslim yang hidup di pengasingan kini telah kembali Libya untuk bekerja dan membantu rakyat Libya yang menjadi korban serangan Gadhafi. Mereka bukan hanya ikut berjihad, tetapi mereka juga bekerja di rumah-rumah sakit,dan membantu mengobati orang-orang yang terluka akibat serangan militer rezim Gadhafi. "Mereka membantu mengobat orang-orang yang terluka di rumah-rumah sakit", ujar Kemal el Helbawy, pendiri Mesir asosiasi Muslim Inggris. Kamal Helbawy, seorang tokoh Ikhwan dari Mesir,yang sekarang ini bermukim di Inggris.
Kemal Helbawy mempunyai peranan penting dalam Ikhwanul Muslimin, yang menjadi pemikir dan pendiri lembaga pemikir, sejak terjadi invasi Soviet terhadap Afghanistan. Perananan memberikan gambaran dan informasi dan kajian merupakan kontribusi yang sangat penting yang membangkitkan jihad di Afghanistan melawan pasukan pendudukan Soviet. Kini Kemal Helbawy melihat Libya dengan penuh perhatian, mengatasi situasi krisis, yang mempunyai dampak yang sangat luar biasa bagi kehidupan rakyat dan kaum muslimin di negeri itu.
Menurut Arwa Damon dari CNN, sedikit atau banyak kehadiran Ikhwan di Benghazi, nampaknya telah mempengaruhi sebagian besar situasi yang ada di Benghazi.
Rezim Gahdafi yang berkuasa selama 40 tahun lebih itu, secara jangka panjang telah memberikan keuntungan bagi Ikhwan, khususnya dalam membngun jaringan gerakannya secara luas. Situasi yang sangat tertutup dan repressif di Libya, Ikhwan dapat memanfaatkannya secara optimal dengan menciptakan kader-kader baru, dan mendidik mereka menjadi pemikir dan penggiat dakwah yang kokoh. Inilah gambaran, bagaimana Ikhwan dengan sangat "liat" dapat bermain di tengah-tengah situasi yang sangat keras.
Sekarang Barat mulai melakukan penilaian ulang terhadap Jamaah Ikhwanul Muslimin, sesudah peristiwa di Mesir, di mana Ikhwan dapat mengakomodasi perubahan dengan cara-cara yang elegan. Di Libya Barat juga tidak ada merasa takut dari Ikhwanul Muslimin di Libya sesudah melihat pengalaman Mesir, ujar Hresha.
Seperti saudara-saudara mereka di Mesir, Ikhwan dapat beradaptasi dan memanfaatkan demokrasi untuk terlibat dalam partisipasi politik memperbaiki negara, pasca revolusi.
"Saya sudah hidup selama bertahun-tahun di Kanada dan Inggris, dan itulah sistem politik yang kita inginkan," kata Hresha.
Hresha mengatakan bahwa jika organisasinya membentuk partai politik, maka Ikhwan akan berusaha untuk mengubah undang-undang sesuai dengan prinsip-prinsip Al-Quran, ujarnya.
"Mengapa tidak kita bisa menekan sudut pandang kami – kami adalah manusia juga," katanya.
Hresha mengatakan Libya Ikhwanul Muslim menyambut Serangan udara di Libya, perubahan yang mengejutkan untuk sebuah gerakan yang sebelumnya didukung jihad oleh rakyat Irak terhadap pasukan AS menduduki Irak.
"Saya salut dan saya sangat berterima kasih kepada Amerika, pemerintah Prancis dan Inggris untuk menghentikan pembunuhan itu," katanya. "Aku tidak akan pernah melupakan ini."
Sebuah peran yang lebih menonjol untuk Ikkhwan di Libya bisa menjadi negatif bila dikaitkan dukungan Ikhwan kepada al-Qaeda dan kelompok-kelompok jihad lainnya, terutama di provinsi timur yang telah menyaksikan radikalisasi yang penting dalam beberapa tahun terakhir.
Tapi struktur masyarakat di Libya ditentukan oleh suku-suku – tidak seperti Mesir dan Tunisia – tidak mudah bagi Ikhwan untuk membangun basis nasional.
Kelompok garis keras "Salafi" juga memiliki pengaruh di kota seperti Derna dan kota-kota lainnya, dan terutama yang dekat dengan perbatasan dengan Mesir.
"Imam Salafi di Derna," tulis seorang diplomat AS pada tahun 2008, "sengaja berusaha untuk menghilangkan beberapa kegiatan sosial yang ditawarkan bagi kaum muda yang dinilai tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam."
Tetapi, kenyataannya pengaruh Ikhwan di Libya menghadapi tantangan yang tidak ringin, karena memiliki rivalitas yang sangat kuat, yaitu munculnya kekuatan sekuler yang menjadi basis kekuatan politik dan ideologi Gadhafi yang selama kekuasaan rezim itu, mereka mendapatkan dukungan dan eksis serta mempengaruhi spektrum politik yang luas di Libya.
Kekuatan sekuler yang menjadi tulang punggung (back bone) Gadhafi mereka bukan hanya kumpulan orang-orang yang kosong tanpa ideologi, tetapi merek ikut merumuskan ideologi negara Libya melalui buku "Hijau", dan sekarang mereka ikut bertempur melawan oposisi.
Dewan Transisi Nasional di Benghazi – yang merupakan inti dari kepemimpinan kelompok oposisi yang beranggotakan 30 orang anggota – sebagian besar terdiri dari pengacara, dokter, intelektual, dan mantan tahanan politik dengan yang berbasis ideologi sekuler.
Dalam pernyataannya hari Senin, Dewan menyatakan, bahwa tujuan akhir revolusi adalah "Untuk membangun negara sipil yang demokratis berdasarkan aturan hukum, menghormati hak asasi manusia dan memberikan jaminan hak-hak dan kesempatan yang sama bagi semua warga negara termasuk … kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan".
Guma el-Gamaty, seorang akademisi yang berbasis di Inggris yang menjadi penghubung utama antara oposisi Libya di luar negeri dan Dewan Benghazi mengatakan tidak ada pemimpin Ikhwanul Muslimin yang diangkat menjadi anggota Dewan, ujar Gamaty. Ini merupakan refleksi dari kalangan sekuler yang mengecilkan peranan dan arti dari Gerakan Ikhwan di Libya.
"Kami berkeja dengan diam-diam mengatasi krisis yang ada sekarang ini, tanpa kami memperlihatkan sikap yang berlebihan, tetapi mempunyai tujuan yang jelas,membangun kembali Libya pasca revolusi dengan negara yang bercorak baru, yang lebih dekat dengan Islam", ujar Hresha. (mhi/tm)