Sedangkan konteks fikih, menurut Imam Abu Hasan al-Hamidi dalam kitab al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam menjelaskan, fikih merupakan pengetahuan tentang hukum-hukum syariah yang didapat dalam dalil-dalil terperinci.
Fikih sejatinya merupakan suatu metode ilmu yang menghasilkan kesepakatan hukum berdasarkan metode konsesus ulama yang merujuk pada dalil Alquran maupun hadis. Karena didapatkan melalui proses konsesus itu, maka tak heran setiap hukum yang dilahirkan dari sebuah ijtihad ulama tak selamanya seragam.
Untuk itu, makna dan pengertian syariah dalam penerapannya dibatasi dengan meliputi ilmu fikih dan ilmu ushul fikih. Keduanya tak lepas dari empat bidang pembahasan jika diklasifikasikan dalam Madzhab Imam Syafi’i antara lain ibadah, muamalah, uqubah, dan munakahah.
Sedangkan elemen yang cukup dikenal saat ini adalah elemen muamalah. Yang termasuk di dalamnya berisi tentang hukum-hukum sosial, perdata, warisan, perdagangan, keuangan, dan lain sebagainya. Aspek syariah muamalah ini ramai dikenal karena mengandung aspek kepentingan duniawi yang familiar sehari-hari.
Untuk itu hukum syariah dengan ilmu fikih di Indonesia saling berkaitan. Apalagi masyarakat Muslim Indonesia mayoritasnya menganut aliran Madzhab Syafi’i, sehingga penerapan keduanya sangat dibutuhkan. Shalat, puasa, zakat, haji merupakan perintah yang secara syariah diatur dengan jelas.
Sedangkan bagaimana menghukumi tata cara perdagangan, pernikahan, hingga adab diurus melalui jalur fikih yang dinamikanya elastis namun tidak melenceng dari ajaran Alquran dan hadits. (rol)