Kita pun bisa melihat keindahan perumpamaan dalam Alquran dalam firman-Nya, “Dan, suatu tanda (kebesaran Allah) bagi mereka adalah malam. Kami kuliti (tanggalkan) siang dari malam itu maka seketika itu mereka berada dalam kegelapan.” (Yasin: 37).
Dalam ayat di atas, Alquran mengumpamakan berakhirnya sesi siang dengan “menguliti kulit binatang sembelihan yang tipis dari seluruh badannya”. Perumpamaan ini menguatkan bahwa kegelapan adalah asal muasal kondisi alam semesta dan bahwa siang hanya fenomena sementara nan sebentar. Siang hanya terjadi di beberapa bagian dunia yang diliputi oleh atmosfer bumi, tepatnya pada setengah bulatan bumi yang menghadap ke matahari saat berotasi. Dengan adanya rotasi bumi, siang terkelupas dari kegelapan malam dan gulita langit secara bertahap, seperti terkelupasnya kulit binatang sembelihan dari tubuhnya.
Satu lagi yang menguatkan “kekalnya” kegelapan langit adalah apa yang ditetapkan Alquran dalam ayat yang lain. Allah berfirman, “Apakah penciptaan kamu yang lebih hebat ataukah langit yang telah dibangun-Nya? Dia telah meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya, dan Dia menjadikan malamnya (gelap gulita), dan menjadikan siangnya (terang benderang).” (An-Nazi’at: 27-29).
Kata ganti atau dhamir “nya” (ha) pada frasa “dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita” (wa aghthasya lailaha) merujuk pada kata “langit” (as-sama’). Itu artinya Allah telah menjadikan malam-malamnya langit sangat hitam pekat karena kegelapannya yang tiada tara. Langit senantiasa gelap, baik ketika bumi sedang malam hari maupun siang hari saat tersinari cahaya mentari. Allah menggambarkan hal ini dengan firman-Nya, “Dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita.” Artinya, Allah menampakkan cahaya matahari bagi para penduduk bumi yang menyaksikan matahari agar mereka merasakan adanya cahaya dan kehangatan pada waktu siang hari di bumi.
Hal lain lagi yang menguatkan “kekalnya” kegelapan langit adalah sumpah Allah atas nama siang hari tatkala sedang menampakkan matahari. Allah berfirman, “Demi matahari dan sinarnya pada pagi hari, demi bulan apabila mengiringinya, demi siang apabila menampakkannya, demi malam apabila menutupinya (gelap gulita).” (Asy-Syams: 1-4).
Maksudnya, sianglah yang menjadikan matahari tampak jelas bagi penduduk bumi yang melihatnya. Ini adalah bentuk kemukjizatan ilmiah Alquran yang lain. Telah ditetapkan bahwa sinar matahari tidak bisa dilihat kecuali dalam bentuk cahaya pada siang hari, bahwa alam semesta di luar kawasan bumi sangat gelap gulita, dan bahwa kawasan siang hari pasti memiliki karakteristik-karakteristik yang membuatnya bisa menampakkan sinar matahari guna menghidupkan bumi.
Demikianlah sebagian kemukjizatan ilmiah Alquran vang dikandung oleh surah Al-Hijr ayat 14 dan 15. Tidak diragukan lagi bahwa pada dua ayat tersebut terdapat kemukjizatan ilmiah, sedangkan pada ayat-ayat Alquran yang lain juga terdapat kemukjizatan-kemukjizatan ilmiah yang hingga kini belum diketahui oleh sains modern. Hal ini semakin menguatkan kemukjizatan Alquran itu sendiri.
Allah berfirman, “Dan sungguh, (Al-Quran) ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam,” (Asy-Syu’ara: 192) dan “(Al-Quran) tidak akan didatangi oleh kebatilan, baik dari depan maupun dari belakang (pada masa lalu dan yang akan datang). (Al-Quran) diturunkan dari Tuhan Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji.” (Fushshilat: 42). Sesungguhnya, Alquran adalah mukjizat yang kekal abadi sepanjang zaman hingga bumi dan semua orang di atasnya kembali kepada Allah.
Adapun masuk ke langit tidak mungkin dilakukan kecuali melalui suatu pintu yang dibukakan. Sedangkan pergerakan benda-benda angkasa hanya dalam lintasan berupa garis melengkung, tidak lurus. Inilah yang oleh Alquran disebut uruj (naik ke langit). Itulah sebagian kemukjizatan ilmiah yang terdapat pada firman Allah, “Dan, kalau Kami bukakan kepada mereka salah satu pintu langit, lalu mereka terus-menerus naik ke atasnya, tentulah mereka berkata, Sesungguhnya pandangan kamilah yang dikaburkan, bahkan kami adalah orang yang terkena sihir” (Al-Hijr: 14-15). (Okz)