Fanatisme jahiliyah juga menjadi faktor kemurtadan. Hal ini bisa kita tangkap pada pernyataan Thalhah Al-Namri, “Aku bersaksi bahwa Musailamah itu pembohong dan Muhammad itu jujur. Namun, pembohong dari Arab Rabi’ah lebih kusukai daripada orang yang jujur dari Arab Mudhar.”
Hal senada juga dinyatakan oleh Al-Huthiah dan Uyainah ibn Hishn Al-Fizari dan yang lain. Mereka tidak memandang kenabian sebagai sesuatu yang murni pilihan Allah sebagaimana yang ditegaskan oleh difirman-Nya dalam QS. Al-Anam(6): 124.
Dan apabila datang suatu ayat kepada mereka, mereka berkata, “Kami tidak akan percaya (beriman) sebelum diberikan kepada kami seperti apa yang diberikan kepada rasul-rasul Allah.” Allah lebih mengetahui dimana Dia menempatkan tugas kerasulan-Nya. Orang-orang yang berdosa, nanti akan ditimpa kehinaan di sisi Allah dan azab yang keras karena tipu daya yang mereka lakukan.
Kondisi ini tampak jelas dari kisah ‘Amr ibn Al-Ash ketika Rasulullah SAW mengutusnya ke Oman setelah Haji Wadda. Dia sampai di negeri Bani Amir dan menginap di rumah Qurrah ibn Hubuirah. Qurrah menjamunya sambil berkata, “Amr, orang Arab tidak senang dengan upeti. Jika engkau dapat menghentikan hal tersebut, mereka akan menyukai dan mematuhi kalian. Jika tidak, dugaanku mereka akan melawan kalian.” Mendengar hal tersebut, Amr berkata, “Qurrah, apakah engkau kafir? Engkau menakut-nakuti dengan Arab? Demi Allah, akan aku injakkan kaki di kepala ibumu.”