Lemah juga kewaspadaan terhadap penderitaan umat, hingga celah itu dimanfaatkan oleh pihak luar yang merebut simpati kaum muslimin dengan iming-iming duniawi. Sementara kita tetap santai, merasa tidak ada perang, dan tidak perlu ada yang berjaga maupun yang dijaga. Sehingga kemunduran umat dirasakan di hampir seluruh lini, karena absennya kaum muslimin di hamper sepanjang perbatasan antara yang haq dan yang bathil.
Bahkan, kalau kita mau bercermin, kaum muslimin lemah untuk menjaga dirinya sendiri agar pijakannya tetap kokoh berada di atas ketaatan. Jika suatu waktu ketat penjagaannya, namun terlampau teledor di kesempatan yang lain.
Seperti pemandangan yang sekaan menjadi tradisi rutin, di masa hadirnya Ramadhan, tampak kegigihan dan antusias kaum muslimin dalam ketaatan, dan siaga dalam menjalankan rangkaian amal-amal keshalihan. Akan tetapi, tak ada lagi gerakan siaga dengan berakhirnya Ramadhan. Nyaris semua tiarap, banyak yang terlelap dan hanya sedikit saja yang tetap melek terjaga. Padahal, siaga dalam ketaatan dan amal shalih menjadi tuntutan setiap saat. Mereka siaga pada saat setan di belenggu, namun lengah pada saat setan terlepas dari belenggunya.
Padahal Syariat telah membimbing cara agar tetap senantiasa siaga dalam taat. Disunnahkannya enam hari shaum di bulan syawal adalah di antara cara untuk terbiasa menjaga shaum. Begitupun dengan shalat malam ,membaca al-Qur’an dan amal shalih yang lain tak hanya khusus dianjurkan di bulan Ramadhan.
Keutamaan Ribath
Hal yang menarik, ketika Nabi shallallahu alaihi wasallam menghasung kita untuk terus siaga untuk shalat dan menyebutnya sebagai ribath. Beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda,
أَلَا أَدُلّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَع بِهِ الدَّرَجَات ؟ قَالُوا : بَلَى يَا رَسُول اللَّه قَالَ : إِسْبَاغ الْوُضُوء عَلَى الْمَكَارِه وَكَثْرَة الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِد وَانْتِظَار الصَّلَاة بَعْد الصَّلَاة فَذَلِكُمْ الرِّبَاط
“Maukah kutunjukkan kepadamu apa yang dapat menghapus dosa dan meningkatkan derajat?” Para sahabat menjawab, “Baik wahai Rasulullah!” Beliau bersabda, “Menyempurnakan wudhu di saat kesukaran, memperbanyak langkah kaki ke masjid, menunggu shalat (berikutnya) sesudah menunaikan shalat. Itulah ribath.” (HR Muslim)
Dengan menggunakan kata ribath, beliau memberikan perumpamaan seseorang yang membiasakan diri dalam keadaan wudhu untuk bersiap shalat, melangkahkan kaki ke masjid dan memakmurkan seperti orang yang ribath yang memiliki pahala besar.