Pertama, antirekonsiliasi, yang saya duga jumlahnya kecil. Mereka menganggap TNI dan kelompok sipil telah melakukan upaya tepat dalam menyelamatkan NKRI. KKR dan rencana rekonsiliasi pemerintah dianggap tak perlu karena warga PKI memang pantas mendapat perlakuan seperti yang terjadi. Sikap ini juga dimiliki kelompok di luar NU.
Kedua, kelompok yang setuju upaya rekonsiliasi, yang menganggap warga PKI dan warga NU sama-sama jadi korban. Menurut mereka, negara bisa meminta maaf kepada korban bukan kepada PKI. Rekonsiliasi yang sudah berjalan perlu ditingkatkan dengan berlandaskan ketulusan dan kejujuran serta menghilangkan prasangka.
Ketiga, mereka yang secara sadar mengakui keterlibatan warga NU dan militer dalam pelanggaran HAM berat itu. Kelompok ini setuju jika diadakan proses hukum untuk membuka apa yang sebenarnya terjadi. Mereka setuju Tap MPRS No XXV/1966 dicabut, ajaran komunis boleh disebarkan. Mereka meyakini bahwa PKI tidak akan laku walau diberi hak untuk didirikan lagi.
Kelompok terakhir ini amat terpengaruh oleh pemikiran Gus Dur saat meminta maaf dan mengusulkan pencabutan Tap MPRS No XXV/1966. Mereka sama seperti Gus Dur, tidak mengalami suasana saat PKI sedang “berperang” dengan TNI dan partai partai, lawan termasuk NU. Ke depan, jumlah mereka yang tidak mengalami konflik dengan PKI akan makin banyak dan mungkin saat itu proses hukum bisa dilakukan walaupun pihak yang harus bertanggung jawab sudah tidak ada.
*Salahuddin Wahid
Pengasuh Pesantren Tebuireng
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 29 September 2015, di halaman 7 dengan judul ” Sikap Warga NU terhadap PKI” . (*)