Selang dua tahun kemudian atau tepatnya pada tanggal 19 September 1881 Bataviasche Tramweg Maatschappij resmi berganti nama menjadi Nederlands-Indische Tramweg Maatschappij dan mengambil alih layanan trem Jakarta yang sebelumnya dikelola oleh Firma Dummler and Co..
Di era NITM tersebut dilakukan perombakan armada dan prasarana secara bertahap yang sebelumnya bertenaga kuda digantikan dengan tenaga lokomotif uap produksi Hohenzollern dimana lokomotif uap pertamanya dibeli sebesar ƒ 8.800 dan proses peralihan armada ini selesai pada tahun 1884 sementara itu layanan trem kuda ditutup mulai tanggal 12 Juni 1882. Layanan NITM mulai dibuka kembali pada 1 Juli 1883 dengan diresmikannya layanan trem uap bebarengan peresmian lintas Jakartakota–Harmoni.
Empat tahun setelah beroperasinya trem uap lintas Jakartakota–Harmoni, trem listrik pun hadir dibawah operasi Batavia Elektrische Tram Maatschappij (BETM) menjadikannya sebagai pesaing trem uap milik Nederlands-Indische Tramweg Maatschappij (NITM).
BETM mulai berkarier sejak diresmikannya lintas Jakartakota–Kebun Binatang Ragunan pada 10 April 1899 yang kemudian pada bulan November 1899 jaringan trem listrik ini diperpanjang sampai dengan Stasiun Tanah Abang, namun sayang perpanjangan jalur ini ditutup pada tahun 1904. Pada tahun 1900 BETM memperpanjang jaringan tremnya, menjangkau wilayah Jembatan Merah, Tanah Tinggi, dan Gunung Sahari dengan melintasi Sungai Ciliwung.
Sebagai akibat perselisihan antara NITM dengan BTM maka kedua perusahaan mulai memberlakukan tiket transit dan jadwal khusus di jam sibuk. Pada 31 Juli 1930 keduanya digabung menjadi Bataviasche Verkeers Maatschappij (BVM). Hasil dari pembentukan BVM tersebut menggabungkan 1 lijn trem uap, 2 lijn trem listrik, dan 7 rute bus yang dioperasikan NITM dan BETM.
Dibawah kendali Bataviasche Verkeers Maatschappij (BVM), trem Jakarta mengalami perubahan yang signifikan, terutama pada lintas-lintas warisan NITM dilakukan program elektrifikasi secara bertahap dari April 1933 sampai dengan 1934. Hasil dari elektrifikasi ini menjadikan waktu tempuh Jakartakota ke Jatinegara menjadi 47 menit memangkas waktu 10 menit. BVM mengalami puncak kejayaan pada tahun 1934 dimana mengoperasikan 5 lijn trem listrik dengan total panjang 41 kilometer.
Kemunduran era trem Jakarta dimulai pada tahun 1935 sebagai akibat dari Depresi Besar yang membuat keuangan BVM bermasalah. Moda transportasi bemo dan oplet muncul, mengancam popularitas trem listrik. Akhirnya layanan bus BVM ditutup dan perusahaan hanya akan berfokus pada layanan trem listrik saja. Layanan bus BVM baru dibuka kembali pada tahun 1941.
Pada zaman penjajahan Jepang yang singkat, perusahaan ini diambil alih dan dinamakan Perusahaan Jakaruta Shiden.
Usai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, pada 13 Oktober 1945, perusahaan Jakaruta Shiden diubah namanya menjadi Trem Djakarta-Kota, yang pada 1957 dinasionalisasi menjadi Pengangkutan Penumpang Djakarta (PPD). Walaupun diambil alih, PPD hanya mengoperasikan trem tersebut selama beberapa waktu dan dihapuskan karena dianggap tidak cocok dengan tata ruang kota besar. Berakhirlah masa kejayaan trem di Jakarta. [rz]