Pernahkah kita tahu bahwa di Wamena, pusat kota dan di daerah lainnya HIV/AIDS berkembang cepat mengancam kepunahan bangsa Papua Melanesia, bukan karena wanita-wanita Melayu Penjajah seks komersial menjual diri di “lokalisasi” karena memang tidak ada lokalisasi, tetapi mereka bikin gubuk2 kecil di kios-kios dan rumah makan pendatang, di rumah makan “ mas mau makan apa, daging mentah atau masak” daging menta berdagang seks, daging masak artinya makanan. Itulah ilustrasinya jika orang asli Papua makan.
Ketika terjadi aksi protes oleh orang Papua di pusat-pusat kota, aparat sering kali intai orang Papua dari rumah- rumah pendatang atau kios2 dan rumah makan pendatang, seringkali memberondong peluru dari tempat2 kearah orang Papua. Sudah terlalu banyak orang Papua mati karena pola ini. Cara cara ini disaksikan oleh orang Papua, memang Papua ini kota2 kecil semua terjadi kasat mata, terang benderang.
Tutur lisan menyebar seantero orang Papua dan modus-modus ini diketahui luas. Sekali lagi bukan pendatang tetapi pendatang digiring aparat, mau tidak mau “manut” apalagi di wilayah konflik.
Namun salah satu kelakuan yang tidak elok dipertontonkan para pendatang adalah dikala konflik atau cek cok mulut dengan orang Papua, para pendatang selalu meminta atau berlindung dibalik laras senjata, mereka tidak menempuh jalur hukum, saya tidak pernah menemukan orang pendatang melapor atau mencari keadilan di pengadilan melawan orang Papua secara fair.