Sampai sekarang, Zionis-Israel menganut sikap resmi tidak mengatakan apa-apa soal kepemilikan senjata nuklirnya. Tidak mengiyakan dan tidak pula menolaknya.
Walau beberapa petinggi negeri Zionis tersebut, antara lain Perdana Menteri Ehud Olmert sendiri, pernah keseleo lidah mengatakan bahwa Israel merupakan salah satu negara nuklir dunia, namun sikap resmi negeri ini tidak berubah.
Kepemilikan senjata berhulu ledak nuklir oleh Israel sebenarnya bukan rahasia umum lagi. Hanya saja, berapa jumlah senjata berhulu ledak nuklir yang dimilikinya masih menjadi perdebatan serius di sejumlah pengamat militer dunia. Kesaksian Mordechai Vanunu, mantan staf teknisi reaktor nuklir Dimona-Israel di tahun 1980-an, menjadi petunjuk yang sangat berharga. Namun hal ini pun belum mampu untuk menyibak data yang sangat akurat untuk mengetahui jumlah persis berapa hulu ledak nuklir yang dimiliki Israel. Hal ini menjadi satu perhatian utama kalangan militer dunia untuk menyelidikinya.
Salah satu peneliti kemiliteran yang tertarik untuk menelusuri kepemilikan senjata nuklir oleh Israel adalah Kolonel Warner D. “Rocky” Farr, seorang perwira Angkatan Udara AS (United State Air Force, USAF).
Kolonel “Rocky” mengawali karir dari Kesatuan Kesehatan Penerbangan. Lulus dari Air War College di Maxwell Air Force Base, Alabama, perwira ini dipercaya menjabat Komandan Seksi Bedah di US Army Special Operations Command di Fort Bragg, Carolina Utara. Selain itu, Kolonel Warner D. Farr yang sering dipanggil Rocky ini juga bertugas di beberapa pos komando. Setelah betugas selama 33 tahun, Rocky menyabet gelar Associate of Arts dari State University of New York, kemudian Bachelor of Science dari Northeast Louisiana University, dan Doctor of Medicine dari The Uniformed Services University of the Health Sciences. Belum cukup dengan sederet gelar, dia juga mendapat Masters of Public Health dari University of Texas.
Selain cakap di bidang kesehatan, Rocky juga meraih sertifikat solo qualified pesawat TH-55A Army helicopter, mendapat pelatihan penerbangan pesawat T-37 dan T-38 yang menjadi bagian dari USAF School of Aerospace Medicine. Selain di bidang medis, Kolonel Farr juga aktif mengkaji perkembangan senjata nuklir dunia. Dalam The Counterproliferation Papers, Future Warfare No. 2 yang dirilis USAF Counterproliferation Center, September 1999, Kolonel Farr berhasil mendapatkan data-data yang cukup mencengangkan soal kepemilikan arsenal nuklir Israel. Sesuatu yang ditutup-tutupi oleh Israel, dan bahkan di Amerika sendiri hal ini menjadi salah satu topik perbincangan yang dirasakan tabu.
Inilah data dari Kolonel Farr tersebut yang dikutip dari berbagai referensi ilmiah yang beredar di Amerika:
– 1967: 15 bom
– 1969: Menambah 5-6 bom, masing-masing menghasilkan kekuatan 19 kiloton
– 1973: 13 bom dan 20 misil berkepala nuklir
– 1974: 108 hulu ledak nuklir
– 1976: 10-20 bom nuklir aktif
– 1980: 200 bom
– 1984: 12-31 bom atom, 31 bom plutonium, dan 10 bom uranium
– 1985: Mendekati 100 bom nuklir
– 1986: 100-200 fusi bom
– 1991: 200-300 kepala nuklir aktif
– 1992: Lebih dari 200 kepala nuklir aktif
– 1994: 64-112 bom yang masing-masing bom memiliki 5 kilogram hulu ledak nuklir, serta 50 rudal nuklir tipe Jericho, dengan total di atas 200 buah
– 1995: 66-116 bom yang masing-masing bom memiliki 5 kilogram hulu ledak nuklir, serta 70-80 senjata pemusnah massal lainnya seperti bom neutron, ranjau nuklir, dan sebagainya.
– 1996: 60-80 bom plutonium, diperkirakan lebih dari 100 yang sedang dirakit dengan berbagai variasi, 200-300 bom berkepala nuklir, 50-90 bom plutonium, 50-100 misil Jericho I dan 30-50 Misil Jericho II.
-1997: Lebih dari 400 termonuklir yang tersebar dan bom berhulu ledak nuklir. (Rizki Ridyasmara)