Amerika memang Negara dengan segudang kisah, segenap kasus, dan sejuta cerita tidak putus-putus perihal kemaksiatan. Kita bisa tertawa, tersenyum geli, mengurut dada, bahkan sejenak kita bisa termenung. Alhasil, Amerika terlalu sayang untuk dilewati untuk mengenali sebuah kejahiliyahan agar kita mampu mengambil ibroh dari kerusakan bangsa yang konon dikatakan maju namun kewalahan menghadapi masyarakatnya.
Setelah mengemukakan berbagai contoh tentang kehancuran masyarakat Eropa, Sayyid Quthb kembali membicarakan sebuah bangsa tragis seperti Amerika yang masih relevan dibicarakan hingga saat ini. Kisah ini pernah beliau tulis di Kitab Fi Dzhilalil Qur’an jilid yang kedua.
Saat Sayyid Quthb berada di Amerika, beberapa polisi berhasil menangkap suatu komplotan yang mempunyai banyak cabang di berbagai kota. Mereka sendiri bisa dikata sekelompok bandit yang terdiri dari para dokter, pengacara, dan elite kalangan intelektual. Mereka diam-diam membantu pasangan-pasangan suami isteri untuk melakukan selingkuh dan berbuat zina dengan pasangan lainnya.
Akibat standar materialisme yang diterapkan, maka banyak suami dan istri di Amerika tidak lagi bisa dipercaya dalam hal cinta. Kesetiaan sebuah pernikahan yang telah terpatri amat mudah luntur jika digoda atas nama cinta. Maka di Amerika banyak berdiri kantor-kantor yang memiliki tugas diluar penalaran umat manusia: mencari para istri dan suami yang kabur dari rumahnya. Apa yang dimaksud dengan tugas kantor-kantor itu, dengarlah perkataan Sayyid Quthb berikuti ini:
“Hal itu terdapat dalam sebuah masyarakat Amerika dimana seorang suami tidak tahu apakah ia akan kembali dan menemukan istrinya di dalam rumah atau telah kabur bersama pacarnya.
Demikian pula dengan sang istri, mereka tidak tahu apakah suami yang keluar di pagi hari bersamanya, akan pulang kembali kepadanya atau malah ia akan digaet oleh wanita lain yang lebih cantik dan lebih menarik darinya. Itulah masyarakat dimana rumah-rumah mereka dipenuhi keresahan yang tidak memberi nafas pada syarafnya untuk beristirahat.”
Sayyid Quthb jadi teringat kitab Al Hijab karangan Abul Ala Al Maududi tentang tiga serangkai syetan yang menciptakan perang seksual di Amerika, yakni adab yang keji, film-film bioskop yang terbuka, dan ketelanjangan para wanita. Mengenai temuan Al Maududi itu, Sayyid Quthb pun berkomentar, “yang timbul adalah Amerika tidak hanya terpengaruh oleh ketiga faktor ini, bahkan menyerah total kepadanya, sementara ia menempuh jalan yang ditempuh oleh bangsa Romawi.”
Dari serangkain fenomena penyakit masyarakat di Amerika, menurut Sayyid Quthb maka arus kejahatan terbesar di Amerika banyak dilakoni oleh para remaja. Gubernur Negara bagian New York kala itu sampai-sampai mengumumkan bahwa ia akan menjadikan upaya mengatasi penyimpangan ini sebagai program utama dari perbaikan yang dilakukannya di Negara bagian tersebut. Gubernur itu kemudian mendirikan tempat-tempat rehabilitasi serta perkumpulan olahraga. “Tetapi ia jelaskan bahwa pengobatan atas kecanduan obat bius yang melanda para mahasiswa tidak masuk dalam programnya, dan ia menyerahkan urusannya kepada para pejabat kesehatan,” tukas Sayyid Quthb.
Komite 14 Amerika yang bertugas mengawasi keadaan moral negeri itu telah menaksir bahwa 90% dari rakyat Amerika, menderita penyakit kelamin yang berbahaya. Hal ini terjadi sebelum ditemukannya obat-obatan modern yang mampu mengatasi itu semua. Bahkan seorang hakim di kota Denver menyatakan bahwa dalam setiap dua kasus perkawinan terjadi satu kasus perceraian.
Menurut Sayyid Quthb sesungguhnya pemerintah Amerika pernah berusaha melenyapkan keadaan ini. Lalu dibuatlah UU Tahun 1919 yang bernama Undang-undangan “Kekeringan”. Nama UU yang menyertakan kata “Kekeringan” tampaknya memang sengaja dipakai pemerintah sebagai bahan ejekan terhadap pecandu bir yang dilarang minum khamr hingga terkesan tenggorokan mereka akan kering akibat penerapan UU ini.
Uniknya, 14 tahun kemudian, pemerintah Amerika malah menghapus UU ini. Padahal untuk propaganda Anti minuman keras bagi masyarakatnya, Pemerintah Amerika telah menggelontorkan dana propaganda senilai 60 juta US Dollar: sebuah angka fantastis untuk ukuran tahun itu. Ya meski di Amerika.
Tidak hanya itu, Pemerintah Amerika juga telah mengeluarkan banyak buku dan selebaran yang sudah tidak terbilang jumlahnya. Semenjak 14 tahun dikeluarkannya larangan tentang minuman keras saat itu, pemerintah telah menghukum mati sekitar 300 jiwa. 532.335 orang pun tercatat masuk bui akibat kebijakan UU ini. Denda yang dibayar para bandit pun mencapai angka 16 juta pound, sementara harta benda yang disita ditaksir senilai 404 juta pound.
Namun, memang dasar pemerintah Amerika, setelah segala propaganda yang menghabiskan tenaga fikiran, ratusan juta pound, pemerintan malah mencabut kembali dan menghapuskan undang-undang itu. Tidak jelas apakah hal ini didasari tekanan masyarakat Amerika yang terbiasa hidup liberal atau memang hal ini sebagai bentuk keputus-asaan pemerintah memberantas minuman keras.
Kondisi seperti diatas tidak pernah ditemukan dalam Islam. Islam, menurut Sayyid Quthb lebih memiliki solusi mengakar untuk menciptakan masyarakat yang sehat jiwanya. Jika Amerika mencetak banyak buku dan menghabiskan ratusan juta pound, maka dengan bahasa elegan Sayyid Quthb berujar, “Sementara Islam melenyapkan kebiasaan yang telah mengakar di masyakarat jahiliah hanya dengan beberapa lembar ayat Qur’an.” Subhanallah.
Maka itu benarlah bahwa sebuah peradaban tanpa petunjuk iman hanya akan melahirkan konsep tambal sulam dalam mengentaskan masalah masyarakat bangsanya.
“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali…” (An-Nahl :92). (pz/bersambung)