“Sayyid Quthb menganggap bahwa loyalitasnya terhadap Islam dan kegigihannya dalam berdakwah sejak beliau berangkat ke Amerika, merupakan contoh nyata untuk membuktikan kebaikan kehendak Allah pada hamba-hambaNya. Ketika hati mereka terbuka untuk menerima kebaikan itu, maka kita harus memberikan respon yang baik terhadap panggilan-panggilanNya dan berjalan dengan langkah-langkah konkrit dalam rangka merealisasikan dan mematuhiNya. “
Kata-kata di atas ditulis oleh DR. Sholah Abdul Fatah Al Kholidi dalam bukunya Amerieka Minaddaghili pada tahun 1986. Buku yang pertama kali terbit di Indonesia tahun 1990 dengan judul “Sayyid Quthb Mengungkap Amerika”, ini menceritakan bagaimana ujian kepada Sayyid Quthb datang silih berganti. Belumlah bayang-bayang kehancuran iman umat muslim dihempas oleh seorang Pendeta, kini ujian itu justru datang kepada diri Sayyid Quthb sendiri.
Salah satu yang dilahirkan Amerika terhadap masyarakatnya adalah apa yang disebut oleh Sayyid Quthb sebagai “Keprimitifan dalam memandang Seks”. Menurut Al Kholidi, Sayyid Quthb memaparkan berbagai bukti atas apa yang diucapkannya dan menjelaskan kenyataan Amerika yang menunjukkan keprimitifan seksual seperti penampilan seorang pemudi guna memikat pemuda.
Sayyid Quthb juga menunjukkan kecenderungan sifat hewani para pemuda guna menarik perhatian pemudi. Praktek hewani mereka di dunia seks, syahwat dan kesenangan serta permusuhan kata-kata kerendahan dan keutamaan, kata Sayyid Quthb telah tersusun rapih dalam kamus Amerika untuk seks.
Orang Amerika bagi Sayyid telah menggunakan keindahan alami yang diberikan kepada mereka sebagai fungsi seksual nafsu hewani sebagai wajah keprimitifan seksual yang mereka jalani. Sayyid Quthb berkata,
“Di hadapanmu hadir seorang pemudi seakan-akan jin perempuan yang tersihir atau bidadari yang kabur. Namun begitu ia mendekatimu, maka engkau hanya merasakan gejolak yang kosong tanpa cahaya, dan hanya mencium bau tubuh yang terbakar, bukan wewangian yang semerbak. Kemudian pandangan anda berakhir pada daging, sekedar daging, daging yang sungguh lezat, tapi bagaimanapun ia hanyalah daging.”
Sayyid Quthb juga menyaksikan di beberapa negeri bahwa kebebasan atas penyimpangan terhadap tubuh sudah sangat menggila. Ia sudah tidak bisa lagi dientaskan lewat Pendidikan Seksualitas (seperti yang ada di sekolah-sekolah kita saat ini, red.), tapi harus berakhir pada gejolak syahwat yang tidak pernah terpuaskan.
Maka itu tidaklah heran, kalau kita saksikan betapa hancurnya peradaban Amerika saat ini dan itu ternyata telah dimulai jauh-jauh hari. Ya sebuah negara yang berteknologi maju tapi gagal mengantarkan rakyatnya ke Surga Allah SWT. Sayyid Quthb menulis,
“dengan pesona tubuh yang terbuka dan tanpa rasa malu seorang pemudi menemui pemuda. Dari daya tarik tubuh yang kekar, seorang pemuda dikagumi pemudi dan seorang suami mendapat hak-haknya. Hak-hak ini akan runtuh, menurut istilah semua orang, ketika laki-laki tidak sanggup memenuhinya karena suatu sebab.”
Sejak dahulu kala, Sayyid Quthb telah membeberkan fakta bahwa pada periode ia hidup komite empat belas Amerika yang bertugas mengawasi keadaan moral di dalam negeri telah menetapkan bahwa 90% dari bangsa Amerika menderita berbagai kelainan seksual yang cukup riskan. Hal ini membuat presiden Amerika sampai-sampai mengumumkan bahwa: “Enam dari tujuh pemuda Amerika tidak layak menjadi serdadu, karena kemerosotan moral yang melanda mereka.”
Rupanya ujian seks dari bangsa seperti Amerika pun pernah Sayyid Quthb rasakan. Ini bermula ketika Sayyid Quthb masih dalam perjalanan di atas kapal laut menuju Amerika. Di atas kapal, orang-orang Amerika telah tahu keberadaannya. Sebab selama ini Sayyid Quthb telah dikenal sebagai penulis muslim yang jujur dan sikapnya yang keras menghantam sekularisme.
Mereka pun berencana menjebak Sayyid Quthb dengan perempuan. Orang-orang Amerika itu kemudian menyusun skenario untuk melumpuhkan iman Sayyid Quthb di hadapan para manusia. Dengan liciknya, mereka memperalat seorang wanita untuk membujuk dan merayunya hingga terjatuh di dalam lumpur kehina-dinaan. Maklum sampai saat kepergiannya ke Amerika, Sayyid Quthb masih berstatus lajang. Ia pernah melamar perempuan namun ditolak. Bayangkan dalam kondisi ingin menikah, gejolak Sayyid Quthb dihantarkan ujian maha dahsyat dari Allah.
Hingga akhirnya datanglah suara seseorang mengetuk pintu kamarnya. Sayyid Quthb lalu membukanya. Ia membuka pintu secara penuh ketabahan. Sampai pada beberapa waktu, ternyata di hadapannya telah berdiri seorang wanita cantik lagi semampai dengan gaya mempersona seperti keprimitifan bangsa Amerika memandang cinta. Sang wanita itu pun menyapa Sayyid Quthb lewat bahasa Inggris, "bolehkah saya menjadi tamu tuan malam ini?"
Sayyid Quthb pun terperangah. Ia hampir saja kalap. Namun bukan Sayyid Quthb namanya jika tidak tahu bahwa inilah jawaban yang diberikan oleh Allah ketika ia betul-betul berjanji ingin memperbaiki diri.
Sang Sayyid lekas mengangkat kepalanya lalu menolak rayuan wanita itu secara halus. Namun wanita itu bergeming. Melihat gelagat kondisi tidak berubah ke arah lebih baik, Sayyid Quthb pun berujar, “Di kamar hanya ada satu tempat tidur, maaf.”
Mendengar jawaban Sayyid Quthb, wanita itu semakin mendesak untuk masuk. Ia bak jin perempuan kesetanan ingin menerkam mangsa di hadapannya lewat tampilan sensual penuh godaan. Pada titik itulah Sayyid bersikap lebih tegas. Lewat iman yang teguh, ia mengusir sang wanita itu keluar menjauh dari kamar.
Beberapa saat kemudian wanita itu terjatuh di lantai papan. Saat itu, Sayyid sadar bahwa wanita itu sedang mabuk.Begitu lulus dari ujian yang pertama, Sayyid Quthb segera mengucap: “Alhamdulillah… saya merasa bangga dan bahagia, karena saya telah berhasil memerangi hawa nafsu. Dengan demikian nafsu itu berjalan di atas jalan tekad yang saya tentukan.”
Wanita itulah senjata pertama yang dirancang Amerika untuk menggoda dan meruntuhkan iman Sayyid. Akan tetapi, Allah lebih mengetahui ketetapan jalan yang beliau pilih, yakni jalan Allah, jalan keimanan, jalan cahaya Rabbani yang terang menyala-nyala hingga Allah memberinya taufik dan pertolongan dalam memenangkan ujian itu.
Akan tetapi, bukan “Bangsa Primitif yang memandang seks” namanya jika masih belum jera memasukkan tiap muslim ke lubang galian mereka. Mereka pun kembali memperalat seorang gadis guna menaklukan iman Sayyid. Sejak Sayyid tiba di Amerika, mereka asyik menguntit pergerakan pemuda soleh itu dari satu universitas ke universitas lainnya.
Sampai suatu ketika, datang cobaan kedua menghampiri jiwanya. Kini, seorang wanita yang berdebat dengannya tentang perlunya free sex di Institut Keguruan di Colorado dan Galersi.
Wanita itu menjelaskan tentang indahnya kehidupan seks bebas beserta segala racun dunianya. Namun lagi-lagi, godaan itu hanyalah isapan jempol semata. Sayyid Quthb bergeming dan tidak tergoda akan kenikmatan dunia fana. Ia kembali lolos lubang dari durjana.
Sudah selesaikah ujian untuk Sayyid Quthb? Ternyata tidak. Cobaan ketiga itu datang dari seorang pegawai hotel yang dengan promosi cabulnya menawarkan hostes-hostes dan wanita-wanita cantik, baik yang masih polos maupun yang agak over acting. Sembari menahan beratnya ujian, Sayyid Quthb hanya tersenyum dan menolak tawaran memikat itu. Subhanallah.
Bayangkan itu semua terjadi di tengah kondisi negara bebas seperti Amerika dan dalam kondisi Sayyid sedang rindu akan sosok pendamping. Tak sedikit pemuda muslim terjebak berada di sana, hanya dalam waktu satu hingga dua bulan. Padahal Sayyid berada di Amerika selama 2,5 tahun. Bisa dikata keberhasilan Sayyid Quthb menaklukan Keprimitifan bangsa Amerika dimulai dari proses tarbiyah yang telah ditanamkan oleh ibunya sejak kecil. Iman yang besar terhadap Allah dan pemahaman yang luar biasa tentang kebobrokan peradaban Barat yang membuatnya mampu menjadi pria sejati walaupun hingga akhir hayat ia tidak beristri. Subhanallah.
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". (Surat Annur ayat 30). (pz/bersambung)