Ketiga, riwayat al-Husain bin Isma’il al-Mahamili. Al-Mahamili adalah salah satu murid terakhir al-Bukhori di kota Baghdad. Riwayat ini banyak diikuti oleh ulama lain. Sayangnya, riwayat ini hanya mencakup bagian akhir dari Shahih Bukhari.
Keempat, riwayat Hammad bin Syakir al-Warraq. Riwayat ini dinilai sebagai salah satu riwayat hadist Shahih Bukhari yang terlengkap, meskipun ada 200 hadis dari Shahih Bukhari yang tidak tercantum di dalamnya. Seperti halnya an-Nasafi, al-Warraq juga mendapatkan riwayat Shahih Bukhari hanya sebatas ijazah.
Kelima, riwayat Manshur bin Muhammad al-Bazdawi. Riwayat ini termasuk salah satu yang paling diikuti, karena ia adalah salah satu murid terakhir dari al-Bukhari. Di samping itu, ia memang meriwayat Shahih Bukhari secara sempurna. Namun, usianya yang terlalu muda saat meriwayatkan ratusan ribu hadist itu membuat beberapa pakar meragukan riwayatnya ini.
Terakhir, riwayat Muhammad bin Yusuf al-Firabri. riwayat inilah yang paling banyak dipakai ulama hadist hingga hari ini. Selain ia mencatatnya secara lengkap, ia juga mencatat Shahih Bukhari langsung dari sang imam sebanyak tiga kali, berturut-turut tahun 248 H, 254 H, dan 255 H.
Ada yang berpendapat bahwa al-Firabri mengambil langsung riwayatnya dari teks asli yang ditulis tangan oleh Imam al-Bukhari. Tahun terakhir pencatatan al-Firabri terhadap kitab ini sangat dekat dengan tahun wafat al-Bukhari, yakni tahun 256 H.
Dari al-Firabri inilah, muncul empat periwayat handal yang nantinya akan menyempurnakan Shahih Bukhari, yaitu Abdullah bin Ahmad bin Hammuwaih, Muhammad bin Makki al-Marwazi, Muhammad bin Ahmad al-Marwazi, dan Ibrahim bin Ahmad al-Mustamli. Hal yang disayangkan oleh banyak pakar, keempat perawi ini menyempurnakan Shahih Bukhari hanya berdasar pada kadar kefahaman mereka masing-masing.