Perkembangan dinamika (modal) geopolitik global mengajarkan, bahwa penggerusan ruang hidup sebuah negara tak melulu melalui kekuatan senjata (militer) saja, itu modus dan pola masa lalu. Era kini telah berubah secara nirmiliter atau asimetris. Barangkali, inilah praktik dan implementasi atas isu global yang paling aktual yaitu “perubahan power concept” –dari militer ke power ekonomi– selain isu lain yaitu geopolitical shift, pergeseran geopolitik dari Atlantik ke Asia Pasifik.
Dan hari ini, di berbagai belahan dunia, tidak sedikit — ada praktik bagi-bagi kedaulatan negara kepada entitas lain, bahkan lebih jauh lagi yakni penyerahan kedaulatan kepada entitas yang tidak berhak tetapi atas nama “investasi”, kebijakan, bisnis dan seterusnya. Misalnya, negara menyerahkan pelabuhan laut dan bandara udaranya kepada asing karena tidak mampu mengembalikan utang, bahkan ada negara menyerahkan kedaulatannya (bidang keuangan) kepada asing. Zimbabwe dan Angola adalah contoh aktual. Kedua negara di Afrika itu sekarang menggunakan Yuan —mata uang Cina— sebagai transaksi pembayaran sehari-hari akibat pemerintahannya gagal atau tak mampu mengembalikan utang (debt trap) Cina. Pada gilirannya, utang dianggap lunas namun mata uang kedua negara diganti Yuan. Apakah hal ini berarti, secara de facto, Angola dan Zimbabwe menjadi bagian dari (provinsi) Cina? Lagi-lagi, retorika ini tak perlu dijawab.