Obat lain dalam Golongan IV (tertulis Schedule IV / Jadwal IV) termasuk heroin, analog fentanil, dan opioid lainnya yang berbahaya dan seringkali mematikan. Sebaliknya, ganja tidak membawa risiko kematian yang signifikan, dan telah menunjukkan potensi dan fakta dalam mengobati rasa sakit juga kondisi seperti epilepsi, menurut temuan WHO.
Mengutip New York Times (2/12/2020), Wakil Presiden di Canopy Growth (sebuah perusahaan ganja Kanada), Dirk Heitepriem mengungapkan bahwa hasil voting adalah sebuah langkah yang besar.
Ia berharap bahwa keputusan tersebut dapat mendorong negara-negara lain untuk mempermudah pasien mengakses obat, khususnya ganja. PBB yang sudah menganggap ganja sebagai obat akan berdampak besar pada industri ganja dunia.
Bagaimana Dengan Keputusan PBB Terhadap Sikap Indonesia?
Menanggapi keputusan tersebut, Kepala Biro Humas dan Protokol Badan Narkotika Nasional (BNN) saat itu, Brigjen Sulistyo Pudjo mengatakan, ganja tidak dicabut dari daftar obat-obatan berbahaya, melainkan masih tergolong dalam narkotika.
Menurut Pudjo hal ini menjadi poin yang penting dan rawan disalahartikan. “Bukan dicabut, itu dihapus dari Golongan IV, jadi bukan dicabut dari obat berbahaya, masih narkoba itu,” katanya pada Jumat (4/12/2020).
Pudjo menjelaskan, penghapusan ini berdasarkan voting dari beberapa negara dan sampai saat ini masih menjadi perdebatan pro-kontra. “Itu hasil voting kemarin di seluruh dunia yang mau menghapus dari Golongan IV daftar narkotika paling berbahaya, ada 27 negara, sementara yang kontra ada 25 negara,” lanjutnya.
Namun, Pudjo menekankan bahwa ia selaku pihak dari BNN mengatakan akan banyak produsen farmasi baik di negara yang ingin mengeluarkan ganja dari Golongan IV tadi.
Berkaca pada kondisi di Indonesia, Indonesia tidak setuju Pudjo mengatakan bahwa Indonesia termasuk negara yang tidak setuju dengan penghapusan ganja dari Golongan IV.
Selain Indonesia, ada Singapura, Malaysia, China, dan sejumlah negara lainnya yang juga tidak setuju dengan penghapusan ganja. “Jangankan ganja, di Indonesia miras juga dilarang. Tapi, balik lagi, tiap negara beda menghadapi berbagai masalah,” ujar Pudjo.
Dia bilang, yang dikhawatirkan dari penghapusan ini menurutnya adalah sejumlah perusahaan farmasi memproduksi obat yang terbuat dari ganja dan masuk ke pasar Indonesia.
“Menangani masalah perdebatan tersebut akan didiskusikan dan dilakukan kajian lebih mendalam, karena efeknya menjadikan negara-negara yang pro-kontra terpecah,” katanya melanjutkan.
Kementan sempat tetapkan ganja sebagai tanaman obat binaan, namun dicabut kembali
- Ditetapkan Kemeterian Pertanian
Sebelum penetapan PBB tersebut, tentang menghapus ganja (Cannabis Sativa) dari kategori obat-obatan narkotika yang paling dikontrol ketat atau berbahaya, Ganja atau yang bernama latin Cannabis Sativa ditetapkan sebagai tanaman obat binaan oleh Kementerian Pertanian..
Hal tersebut tercantum dalam Keputusan Menteri Pertanian nomor 104 tahun 2020 tentang Komoditas Binaan Kementerian Pertanian (Kementan). Ganja masuk dalam komoditas tanaman obat di bawah Direktorat Jenderal Hortikultura.
Tertulis pada diktum kedua keputusan tersebut.
“Komoditas binaan sebagaimana dimaksud dalam diktum KESATU dan produk turunannya dibina oleh Direktorat Jenderal masing-masing sesuai dengan kewenangannya,”
Perlu diketahui bahwa sebelumnya sudah banyak negara di dunia yang telah menetapkan ganja sebagai obat. Salah satunya yang paling dekat adalah Thailand yang menetapkan 17 formula obat yang mengandung ganja.
Sementara itu di Indonesia, ganja masih masuk dalam narkotika golongan I pada Undang Undang 35 tahun 2009 tentang narkotika. Pada UU tersebut diatur mengenai produksi, kepemilikan, dan konsumsi.
Produksi dan distribusi ganja dapat menjerat pelaku dengan hukuman hingga seumur hidup dan hukuman mati. Sementara untuk penyalahgunaan ganja dihukum maksimal 4 tahun penjara.
Keputusan Menteri Pertanian yang menetapkan ganja sebagai tanaman obat binaan berlaku sejak ditetapkan pada 3 Februari 2020 lalu oleh Syahrul Yasin Limpo.
- Keputusan dicabut kembali oleh Kemeterian Pertanian
Kementerian Pertanian (Kementan) mencabut Keputusan Menteri yang mencantumkan ganja sebagai komoditas tanaman obat binaan.
Sebelumnya ganja masuk dalam daftar tanaman binaan Kementan dalam Keputusan Menteri Pertanian nomor 104 tahun 2020. Ganja dimasukkan dalam komoditas tanaman obat di bawah Direktorat Jenderal Hortikultura.