Eramuslim.com –Komisi PBB untuk Narkotika Narkoba (CND) telah mengambil sejumlah keputusan pada hari Rabu (2/12/2020), yang mengarah pada perubahan cara penggunaan marijuana atau ganja (Cannabis Sativa) dan diatur secara internasional, termasuk klasifikasi ulang dari kategori obat yang paling berbahaya.
*
Badan Narkotika Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Commission on Narcotic Drugs / CND) pada Rabu (2/12/2020) silam sepakat untuk menghapus ganja (Cannabis Sativa) atau marijuana dari kategori obat-obatan narkotika yang paling dikontrol ketat atau berbahaya.
Hal ini dilakukan lantaran dianggap sejalan dengan berbagai temuan penelitian yang membuktikan bahwa ganja memiliki efek terapeutik. Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization / WHO) telah memberikan enam rekomendasi pada 2019 untuk meninjau ulang ganja beserta turunannya yang diatur dalam “The 1961 Single Convention on Narcotic Drugs.”
Adanya rekomendasi untuk meninjau ganja tersebut kemudian direspons dengan melakukan pertemuan di Wina, Austria pada awal Oktober 2020.
Keputusan mengeluarkan ganja dari daftar berbahaya tersebut mengikuti rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk membuat penelitian tentang penggunaannya guna keperluan medis yang lebih mudah.
Pertemuan tahunan Komisi Obat-Obatan Psikotropika Badan PBB untuk Narkotika dan Kejahatan (UNODC) di Wina, Austria, sepakat menghapus ganja dan resin ganja dari “Golongan IV Konvensi Tunggal Narkotika 1961” menjadi Golongan I, tentang Narkotika yang mengatur pengendalian narkotika.
Berdasarkan keterangan resmi CND, sebelumnya pada Januari 2019, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) membuat serangkaian rekomendasi untuk mengubah ruang lingkup pengendalian ganja dan zat terkait ganja.
Setelah pertimbangan intensif itu, komisi CND mengambil keputusan pada Rabu (2/12/2020) atas rekomendasi WHO tersebut.
“Harus dipahami bahwa hasil voting CND itu tidak menghapus ganja dari penggolongan zat yang kemungkinan di-abuse (disalahgunakan),” kata dr Hari Nugroho, MSc selaku peneliti dan pakar adiksi dari Mental Health Addiction and Neuroscience Jakarta pada Jumat (4/12/2020).