Nama John mendapat tempat istimewa dalam Sekte Gereja Yohanit, sebuah sekte eksoterik yang menuhankan Yohannes dan mengangap Yesus hanyalah manusia biasa. Sekte Yohanit inilah tempat Ordo Biarawan Sion, Templar, dan Freemason berasal.
Para Grand Master ordo ini biasa bergelar John (Inggris), yang sama artinya dengan Giovanni (Itali), Joan (Perancis, laki-laki) dan Jeanne (Perancis, perempuan). Nama ini sebetulnya berasal dari nama Yohannes Sang Pembaptis, yang sosoknya begitu dihormati setara dengan Maria Magdalena bagi kelompok Kabbalah.
Istilah ‘John’ bermakna pada kecenderungan Jemaat Gereja Yohanit yang menuhankan Yohanes Kristus, sedangkan ‘Peter’ bermakna pada Jemaat Vatikan. Grand Master Biarawan Sion pertama saja, Jean de Gisors, pada tahun 1188 menggunakan gelar Jean II. Jean I diduga kuat dinisbahkan kepada Yohanes Kristus itu sendiri. Nama Jean Cocteau yang muncul dalam daftar orang-orang yang diduga sebagai Grand Master Sion memakai gelar “Jean XXIII”. Leonardo Da Vinci sendiri memakai gelar “Jean IX”. Pada tahun 1959, ketika Cocteau masih memegang jabatan sebagai Grand Master, Paus Pius XII meninggal dunia dan digantikan dengan seorang paus baru, Kardinal Angelo Roncalli dari Venesia.
Roncalli Pilih Gelar John
Seperti yang sudah-sudah, setiap Paus baru yang dilantik bebas memilih gelar mereka sendiri. Entah mengapa, Kardinal Roncalli memilih nama ‘John XXIII’ dan hal ini membuat banyak tokoh Katolik cemas. Mereka menjadi bertanya-tanya mengapa gelar itu yang dipilih oleh Roncalli?
Bukankah nama John merupakan nama yang terkutuk karena nama tersebut telah digunakan pada awal abad ke-15 oleh seorang anti-paus. John XXIII, seseorang anti-paus itu telah diturunkan dari jabatannya pada tahun 1415. Ia adalah seorang uskup di Alet. Ketika Roncalli memakai gelar yang sama, tanda tanya besar kalangan Gereja menyertainya.
Di tahun 1976, sebuah buku misterius terbit di Italia dan diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis. Judulnya “The Prophecies of Pope John XXIII” (Ramalan Paus John XXIII) yang berisi kumpulan prosa liris yang mengandung ramalan aneh yang diduga telah ditulis oleh Paus John XXIII (Angelo Roncalli) yang telah meninggal di tahun 1963.
Anehnya lagi, Jean Cocteau—Grandmaster Biarawan Sion—sendiri juga meninggal di tahun 1963. Menurut Baigent, “Isi buku itu tidak jelas dan dan melukiskan segala tafsiran yang luas. ” Apakah buku itu memang karya Paus John XXIII? ‘Pendahuluan’ pada buku tersebut menyatakan bahwa buku itu adalah benar tulisan Paus John XXIII. Menariknya, buku tersebut juga mengatakan jika Paus John XXIII merupakan anggota dari Ordo Salib Mawar (Rose-Croix), yang selalu berhubungan dengan ordo tersebut saat menjabat Papal Nuncio bagi Turki di tahun 1935.
Pada peristiwa ‘Penebangan Pohon Elms’ yang memisahkan Ordo Sion dengan Ordo Templar, Biara Sion yang kemudian mengubah namanya menjadi Biarawan Sion telah menggunakan gelar tambahan ‘Kejujuran Salib Mawar’ (Rose-Croix Veritas). Sebab itu, Ordo Salib Mawar dicurigai sebagai nama lain dari “Biarawan Sion”.
“Implikasinya sungguh menggoda! Ketika akan menjadi paus, Kardinal Roncalli memilih nama Grand Masternya sendiri, sehingga, demi alasan simbolis, akan ada dua John XXIII yang memimpin Sion dan Vatikan secara bersamaan, ” ujar Baigent. Jean Cocteu ‘John XXIII’ sebagai Grand Master Biarawan Sion dan Angelo Roncalli ‘John XXIII’ yang mengepalai Tahta Suci Vatikan. Keduanya pun meninggal dunia pada tahun yang sama: 1963. (!)
Kesamaan aneh ini juga bisa kita lihat pada sumbernya. Sekurangnya ada tiga sumber yang sama menunjukkan bahwa Jean Cocteau mengakhiri jabatan Grand Master Sion pada tahun 1963 yakni The Dossiers Secrets, The Priory Document, dan daftar para Grand Master Biarawan Sion versi Majalah Vaincare No. 3, September 1989 (hal. 22) yang dieditori oleh Thomas Plantard de Saint-Clair, orang yang diduga sama dengan Pierre Plantard. Ketiga versi ini menyebutkan nama-nama berbeda para Grand Master dalam setiap periodisasinya, namun untuk akhir periodesasi Grand Master Jean Cocteau, ketiganya sepakat: 1963.
Ada sebuah kejutan lagi tentang John XXIII. Pada abad ke-12, seorang biarawan Irlandia bernama Malachi mengumpulkan serangkaian ramalan yang sejenis dengan ramalan Nostrodamus. Dalam ramalan-ramalan tersebut, dikabarkan tanggapan penting dari Vatikan, termasuk Paus ketika itu John-Paul II—Malachi menyebutkan para Paus yang akan menggantikan tahta Saint Peter pada abad-abad mendatang. Untuk setiap Paus, ia menawarkan sejenis motto deskriptif.
Lalu, bagi John XXIII, motto tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis, yaitu ‘Pasteur et Nautonnier’ (Gembala dan Navigator). Gelar resmi bagi orang-orang yang diduga Grand Master Sion juga ‘Nautonnier’.
Suatu kebenaran yang menggaris-bawahi kebetulan yang aneh ini adalah ketika berkuasa, Paus John XXIII telah memperbaiki kedudukan Gereja terhadap Freemasonry dan mengeluarkan izin bagi seorang Katolik untuk menjadi anggota Freemasonry. John XXIII ini juga bertanggungjawab atas reorientasi Gereja Katolik antara lain dengan mendirikan Dewan Vatikan yang para anggotanya berasal dari tokoh-tokoh Gereja Katolik seluruh dunia. Siapakah Paus John XXIII dan apakah ia benar seorang Freemason atau pun Biarawan Sion?
Film Produksi Vatikan
Sebuah film dokumenter yang diproduksi Vatikan memuat satu kisah khusus mengenai Paus John XXIII ini. Di Indonesia, Emperor Edutaintmen yang banyak mengedarkan film-film dokumenter tentang Kekristenan, mengedarkan film tersebut dalam format empat keeping VCD berjudul “The Bible: Pope John XXIII part 1 dan 2” (2004).
Dalam film tersebut dikisahkan bahwa Angelo Roncalli berasal dari Desa Sotto il Monto. Ia anak dari pasangan petani miskin Italia. Atas kebaikan pamannya, Angelo kecil bisa menempuh pendidikan di seminari untuk menjadi seorang pastur.
Tahun 1944 ia bertugas di Turki. Saat di Turki inilah Uskup Roncalli membebaskan orang-orang Yahudi yang memenuhi sejumlah gerbong kereta yang ditahan pihak Nazi-Jerman. Ribuan orang Yahudi selamat dari upaya pembunuhan yang ingin dilakukan Nazi dan memberi selamat kepada Roncalli. Salah seorang perempuan Yahudi memberikan sebuah kalung Bintang David seraya berkata kepada Roncalli, “Yesus juga seorang Yahudi. ” Roncalli pun memberikan kalung salibnya kepada perempuan itu seraya tersenyum.
Tahun 1958 Paus XXII meninggal. Lewat suksesi yang ketat dan dipenuhi intrik sesama Kardinal Vatikan yang berambisi menjadi Paus, akhirnya Roncalli terpilih menjadi Paus pada tanggal 28 Oktober 1958. Setelah menjadi Paus, Roncalli menyatakan bahwa dirinya kini dipanggil dengan sebutan ‘Giovanni’ (‘John’ dalam bahasa Inggris).
Film itu tidak menyinggung satu pun keterkaitan Roncalli atau Paus John XXIII dengan Freemasonry dan sebagainya. Hanya saja, kejadian di Istanbul, Turki, tahun 1944, saat dia menyelamatkan ribuan orang Yahudi dari penangkapan Nazi-Jerman itu tentu didengar oleh para petinggi bangsa Yahudi dan kemudian ‘berterimakasih’ kepada Roncalli dengan sesuatu yang tidak biasa.
Kedekatan Roncalli dengan Yahudi juga tergambar dengan jelas tatkala saat menjadi Paus John XXIII, ia mencabut larangan orang Katolik menjadi anggota Freemasonry. Sebelumnya, orang-orang Katolik yang ingin menjadi anggota Freemason maka ia harus melakukannya dengan diam-diam, namun setelah Paus John XXIII mencabut larangan itu maka berbondong-bondonglah orang-orang Katolik menjadi anggota Freemasonry, tidak terkecuali para Yesuit yang begitu patuh pada institusi kepausan, mereka juga banyak yang menjadi anggota Freemasonry.
Adakah naiknya Roncalli jadi paus merupakan sebuah kesuksesan program rahasia Konspirasi Yahudi Internasional untuk menghantam dan menghancurkan Gereja dari dalam? Ajaran Kristen sendiri berabad sebelumnya juga telah dirusak oleh Paulus, seorang Yahudi dari Tarsus, yang menciptakan Injil Perjanjian Baru, di mana ayat-ayat dalam Perjanjian Baru ini banyak sekali yang bertentangan dengan Perjanjian Lama.
Tradisi Kekristenan juga banyak yang sesungguhnya tidak berasal dari ajaran Yesus sendiri, melainkan dari ajaran paganisme Kekaisaran Romawi yang berasal dari Mesir kuno, ajaran Kabbalah.
Apalagi di abad-20, Konspirasi telah mengubah The Holy Bible King James Version yang dipakai di negara-negara Kristen mayoritas dunia dengan memasukan ratusan catatan kaki dari Cyrus Scofield sehingga Injil tersebut tidak ada bedanya dengan Talmud, penuh dengan catatan kaki yang mendukung kepentingan Zionis-Yahudi. Konspirasi telah begitu berhasil menaklukkan Gereja dari dalam dan menjadikannya kuda tunggangan bagi kepentingannya mencapai The New World Order.
Ataukah ia, seperti dugaan banyak peneliti semisal Baigent, diyakini anggota dari Biarawan Sion? Bukankah ketika Vatikan menerima surat pengaduan dari Uskup Carcassonne atas kelakuan Pastor Berenger Sauniere, Kardinal Angelo Roncalli yang datang kepada Sauniere sebagai utusan Vatikan?
Benediktus XVI
Benediktus XVI bernama asli Joseph Alois Ratzinger, lahir di Marktl am Inn, Jerman, pada 16 April 1927. Usia 14 tahun dia masuk seminari menengah di Traunstein. Setahun sebelumnya, dia sudah masuk wajib militer dengan bergabung dengan organisasi pemuda NAZI.
Singkat cerita, tahun 1977, Paus Paulus VI mengangkatnya sebagai kardinal. Bagi kalangan tertentu di Vatikan, Kardinal Ratzinger merupakan salah seorang yang paling berpengaruh dan dihormati di Vatikan. Ia dikenal dekat dengan Paus Yohanes Paulus II. Namun bagi sebagian kalangan lain di Vatikan, Ratzinger dianggap sebagai seorang Kardinal yang keras dan konservatif. Ia berpandangan tidak ada toleransi dalam hal kebenaran keagamaan. Sikapnya sesuai dengan jabatannya yang mengepalai bidang keimanan Vatikan.
Ketika Paus Yohannes Paulus meninggal, Kardinal Ratzinger memimpin upacara pemakamannya pada 8 April 2005. Ratzinger juga yang memimpin konklaf yang dimulai tanggal 18 April 2005 dan yang kemudian mentahbiskan dirinya sebagai paus yang baru. Kardinal Joseph Ratzinger terpilih sebagai Paus Gereja Katolik Roma yang ke-265 dengan nama gelar Paus Benedictus XVI di usia yang ke 78.
Salah satu masalah yang sangat mengganggunya sejak lama adalah menurunnya jumlah pemeluk Katolik di Eropa dan terutama di Amerika Latin, serta berkurangnya jumlah imam di Eropa. Di sisi lain, di Amerika dan Eropa, dalam waktu yang bersamaan, jumlah pemeluk Islam dari tahun ke tahun semakin meningkat. Permasalahan ini sungguh-sungguh dirasa mengganggunya. Pertumbuhan pemeluk Islam di Eropa dan di lain sisi menurunnya jumlah umat Kristiani di wilayah yang sama dianggapnya sebagai ancaman serius terhadap kekristenan itu sendiri.
Sebab itu, ketika ia memilih gelar Benedictus, maka hal tersebut bukan suatu kebetulan karena sangat terkait dengan sosok Santo Benedictus yang dalam sejarah gereja dikenal sebagai “Penjaga Christendom Eropa”, benua tempat negeri-negeri Kristen berkumpul. Dengan memilih gelar Benedictus, Ratzinger ingin menyatakan diri sebagai penjaga Eropa Kristen dari serangan apa pun yang bisa mengubah indentitas ini. Dan seorang Ratzinger, dalam hal ini bukanlah orang yang suka bermain-main.
Dalam sejarah kekristenan, nama Santo Benedictus memiliki isyarat khusus sebagai penjaga atau pengawal kekristenan Eropa atau Dunia Barat (The Christendom) dari upaya penghancuran atau ancaman ‘Kaum Barbar’ yang ketika itu terjadi dalam masa keruntuhan Imperium Romawi. Dalam sejarah Eropa di abad pertengahan (Medieval), istilah ‘Kaum Barbar’ kerap digunakan untuk menyebut tentara kaum Muslimin. Seperti dalam episode Perang Salib, tentara kaum Muslimin sering disebut pula sebagai Saracen.
Dipilihnya gelar ‘Benedictus’ oleh Joseph Alois Ratzinger memberikan petunjuk secara eksplisit maupun implisit bahwa Paus yang baru ini akan menjaga kekristenan Eropa dan Barat pada umumnya, menyelamatkan kebudayaan The Christendom, dari apa yang disebutnya sendiri sebagai “Serbuan Barbarisme Modern”. Lalu apa yang sesungguhnya disebut sebagai “Serbuan Barbarisme Modern”? Apakah Islam? Mengingat Ratzinher penah berpidato kontroversial menyerang makna Jihad umat Islam?
Bagi umat Islam, sebenarnya ada cara yang amat sederhana dan mudah untuk melihat apakah seseorang itu bisa dijadikan sahabat atau tidak, apakah seseorang itu tulus mau bersahabat dengan kita atau malah menjadikan ‘persahabatannya’ dengan kita sebagai strategi belaka untuk menggolkan maksud-maksud tersembunyinya.
Cara sederhana itu adalah: lihat, bagaimana penyikapan mereka tentang Israel. Apakah dia bersikap benar dengan tidak mengakui Israel sebagai negara karena berdiri di atas tanah hak milik bangsa Palestina, karena ia berdiri di atas tanah milik bangsa lain yang terus dijajahnya, ataukah dia mengakui Israel walau dia tahu keberadaan Israel tidak sah dipandang dari sudut logika sehat mana pun.
Sebuah artikel yang menarik dan lugas tentang kedekatan Paus Bendictus dengan Yahudi bisa kita ketemukan di website resmi Konferensi Waligereja Indonesia (KWI (mirifica.net) berjudul “Rabi Tel Aviv: Paus Benecditus Sahabat Yahudi” (dimuat tanggal 22 April 2005, yang diambil dari Suara Merdeka, Rabu, 20 April 2005). Silakan klik dan baca sendiri artikel tersebut. (Tamat/Rizki Ridyasmara)