Nah, ketika Cina mengkombinasi dua ideologi di atas, maka sudah bisa ditebak, rakyat yang berjumlah 1,6 miliar hanya sedikit (elit negara dan elit swasta) yang menikmati kue ekonomi. Maka sudah barang tentu, ledakan pengangguran adalah keniscayaan di Cina.
Sekali lagi, manusia butuh negara dan negara butuh ruang. Dan tidak dapat dipungkiri, ambisius OBOR-nya Xi Jinping selain menginginkan dunia dalam satu rangkaian (one belt) ekonomi dan satu jalur (one road) di bawah kendali Cina, juga model investasi TPM secara hidden agenda —kuat diduga— merupakan taktik “kuda troya,” yaitu memasukkan kekuatan militer ke wilayah kedaulatan negara lain secara asimetris atau nirmiliter.
Inilah mengapa Cina saat ini lebih menyukai proyek-proyek infrastruktur dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), betapa selain kelak ia bisa menguasai serta mengontrol simpul-simpul transportasi dan/atau simpul ekonomi (pelabuhan laut/lapangan terbang/KEK/kereta api, dan lain-lain) —dalam skema penjajahan— simpul transportasi yang kali pertama harus dikuasai, juga dalam pembangunan infrastruktur bertempo lama serta membutuhkan ribuan tenaga kerja.
Sekali dayung dua – tiga pulau terlampaui. Dengan kata lain, selain OBOR membuka lapangan kerja atas ledakan pengangguran di Cina, ia juga menjadi bagian dari siasat kuda troya Xi Jinping dalam invasi senyap di berbagai belahan dunia, berkedok ekonomi.
Jadi, ketika hari ini, mayoritas warga masih disibukkan oleh isu-isu hilir bermenu SARA lalu sebagian warga hanyut di dalamnya, sesungguhnya kita telah terkecoh oleh salah satu strategi perang Cina kuno yang bertajuk ‘mengecoh langit menyeberangi lautan’.
Sadarkah kita? (kl/theglobalreview)