Menurutnya tidak ada terowongan yang menghubungkan Menara Syahbandar dengan Masjid Istiqlal.
“Tak ada itu, menara Syahbandar digunakan untuk pemerintah Hindia Belanda untuk menjadi benteng pengawas bagi kapal laut yang masuk melalui pesisir utara,” ujar Isa, Kepala Seksi Koleksi dan Perawatan Museum Bahari Unit Pengelolaan (UP) Dinas pariwisata.
Awalnya, menara Syahbandar dulunya memiliki tinggi menara sekitar 40 meter.
Pada tahun 1839 didirikan menara baru sebagai pengganti menara yang lama. Menara ini kemudian direnovasi bersamaan dengan pemugaran bangunan gudang-gudang yang dijadikan Museum Bahari.
Ruangan dengan lebar 8 meter dan panjang 10 meter di dalamnya hanya terdapat tempat duduk yang ditembok setinggi setengah meter dengan luas 5 x 5 meter. Sekarang isinya hanya sebuah lampu neon yang menyala pada bagian pojok ruangan.
Kabar perihal adanya terowongan menara Syahbandar itu hingga kini masih simpang siur. Ada yang menyakini keberadaaannya, namun ada juga yang tidak percaya.
Terowongan dan Bunker di bawah Stasiun Tanjung Priok
Stasiun Tanjung priok dibangun tahun 1914 pada masa kolonial Belanda yang saat itu dipimpin oleh Eidenberg, lalu diresmikan pada tanggal 6 April 1925. Kemudian dimulailah penggunaan kereta rel listrik (KRL) pertama dengan rute Stasiun Tanjung Priok ke Stasiun Jakarta Kota (Beos).
Pada masa itu, stasiun ini merupakan “pintu gerbang” Jakarta bagian utara sebagai tempat singgah semantara karena ramainya kedatangan para tamu dari Eropa yang baru saja tiba di Batavia dengan kapal laut-kapal laut yang merapat di pelabuhan Tanjung Priok.
Di lantai dua atau dilantai atas Stasiun juga terdapat kamar-kamar, ruangan-ruangan dan bar untuk para tuan-tuan Belanda yang akan menginap saat mereka masih menunggu jadwal transportasi untuk masuk ke pusat kota Batavia atau sebaliknya, yaitu menunggu jadwal keberangkatan kapal laut menuju ke Eropa.
Jadi Stasiun Tanjung Priok ini dulunya multifungsi, karena terdapat juga ruangan-ruangan mirip hotel untuk sekedar menginap sementara, atau pada masa sekarang mirip Hotel Transit.
Pada tahun 2000 stasiun ini berhenti beroperasi karena berubahnya manajeman di PT Kereta Api Indonesia (KAI). Stasiun yang sempat mendapat gelar sebagai stasiun terbesar di Asa Tenggara ini kemudian beroperasi kembali pada tanggal 28 Maret 2009.
Sejalan dengan waktu, masa kini, ternyata ada benda bersejarah peninggalan sejak zaman Belanda yang berumur ratusan tahun telah ditemukan keberadaannya dibawah Stasiun Tanjung Priok ini, yaitu adanya keberadaan bunker bawah tanah dengan pipa-pipa di dalamnya.
Bentangan pipa tua untuk sistem pengairan, keramik di kedalaman air 50 cm dan tulang yang sudah berwarna kehitaman berhasil ditemukan tim arkeolog dari kantor Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Serang.
“Benda yang kita temukan dalam penggalian di ruang bawah tanah Stasiun Tanjung Priok akan dibawa untuk diteliti lebih lanjut. Diperkirakan masih ada ruangan rahasia lainnya yang diharapkan bisa segera terungkap,” jelas Juliadi, tim arkeolog, Kamis (04/2/10).
Bukan hanya itu saja, tim evakuasi bunker juga menemukan 3 ruang bawah tanah yang dipenuhi dengan air dan lumpur yang akan digali secara bertahap.
Awal penggalian bunker dalam kondisi yang menyeramkan dimana ketinggian air hingga sebetis dan dipenuhi lumpur. Selain itu, banyaknya nyamuk yang merajalela diruang bawah tanah.
Setelah tim mulai melakukan penggalian kondisinya terlihat makin membaik karena terdapat cahaya dari luar.
Ia menyatakan, masih memusatkan penggalian di ruang bawah tanah II dimana didalamnya ditemukan pipa tua yang sudah berkarat dan membentang hingga menuju terowongan misteri yang berukuran kecil.