Bahkan, Mona Lohanda, seorang peneliti sejarah Batavia yang juga warga Kota Tangerang kelahiran 4 November 1947 mengakui sulit menemukan jejak Benteng tersebut. “Benteng itu sulit diketemukan jejaknya,” ungkap Mona. “Yang aku tahu, tidak pernah ada penggalian-penelitian arkeologis. Aneh juga ya?” katanya kepada nationalgeographic.grid.id pada 11 Mei 2019.
Mona Lohanda juga dikenal sebagai arsiparis dan selama empat dekade menekuni dunia kearsipan di Arsip Nasional Republik Indonesia. Setelah pensiun, Mona Lohanda meninggal di Tangerang, 16 Januari 2021.
Memang ada sepotong jalan di pusat Kota Tangerang yang diberi nama Jalan Benteng Makassar. Letak jalan tersebut berada di sebelah barat sungai Cisadane, masuk wilayah Kelurahan/Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang. Nama Benteng Makassar diperkirakan memiliki kaitan erat dengan keberadaan dan letak bangunan Benteng yang sudah hilang.
Jejak keberadaan Benteng di Kota Tangerang tidak sepenuhnya hilang. Dalam beberapa arsip Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) pada abad ke-17, peta-peta tua, dan lukisan litografi, disebutkan keberadaan dan gambar Benteng di Tangerang.
Menurut tulisan F de Haan dari arsip VOC resolusi 1 Juni 1660 disebutkan, untuk mengawasi Tangerang, maka dianggap perlu menambah pos-pos penjagaan di sepanjang perbatasan perbatasan sungai Tangerang, karena pasukan Banten kerap melakukan serangan secara mendadak. Sesuai perjanjian antara kompeni VOC dan Bupati Tangerang pertama Raden Aria Soetadilaga pada 17 April 1684, wilayah Tangerang meliputi antara sungai Angke dan Cisadane.
Pemandangan Benteng (Fort) Tangerang dilukis Johannes Rach, seniman Denmark yang bertugas di VOC.