Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi menyatakan bahwa untuk ikut pemilu langsung kepala daerah atau Pemilu Kada, seorang calon minimal harus menyiapkan uang sebesar 20 milyar rupiah. Padahal, gaji bupati hanya sekitar 8 jutaan per bulan. Itu pun sudah termasuk tunjangan.
"Minimal biaya yang dikeluarkan seorang calon Rp 20 miliar," terang Gamawan seusai mendampingi Wakil Presiden Boediono membuka rapat pimpinan nasional (rapimnas) Gapensi di Istana Wapres, Jakarta, Senin (Kompas, 5/7/2010).
Budaya korup dan kapitalistik dalam pemilihan kepala daerah atau pilkada di Indonesia ternyata kian menggila. Bayangkan, seorang calon kepala daerah minimal harus menyiapkan dana sebesar 20 milyar untuk mengikuti pilkada. Untuk daerah basah, menurut Mendagri, bisa mencapai 100 sampai 150 milyar.
"Akan tetapi untuk daerah yang kaya, biayanya bisa antara Rp 100 miliar dan Rp 150 miliar,” ujar mantan Gubernur Sumatera Barat ini.
Jumlah fantastis itu sebenarnya tergolong biaya normal. Artinya, biaya akan membengkak kalau para calon mengalami sengketa soal hasil Pemilu Kada. Karena untuk mengurus ke ranah hukum, biayanya tidak murah.
Lalu, darimana para kepala daerah nantinya bisa balik modal? Karena untuk bisa dapat 20 milyar, seorang bupati dengan gaji sekitar 8 jutaan per bulan, harus menjabat bupati tidak kurang dari 200 tahun. Itu pun kalau gaji yang didapat sama sekali tidak dibelanjakan. Suatu hal yang sangat mustahil.
Hitung-hitungan semakin tidak masuk akal kalau jumlah dana mencapai 150 milyar. Karena butuh waktu sekitar 750 tahun untuk bisa mengembalikan modal pemilu kada sebesar itu.
Pertanyaan berikutnya, siapa yang paling diuntungkan dalam biaya calon peserta pemilu kada sebesar itu? Jawabannya, pihak yang paling diuntungkan dalam ‘pesta demokrasi gila’ ini adalah ‘kendaraan’ para kontestan, yang tidak lain partai-partai yang mengusung mereka.
Bayangkan, untuk tahun ini saja, sekitar 150 pemilu kada digelar di seluruh Indonesia. Kalau sebuah partai dapat 10 persen dari biaya seorang calon di tiap pemilu kada, tahun ini saja partai tersebut memperoleh pemasukan minimal 300 milyar (2 milyar x 150 pemilu kada).
Dari hitung-hitungan ini, tidak heran jika partai-partai politik saling berebut citra untuk menjadi partai yang bisa mendukung calon siapa saja. Tidak perduli lagi soal ideologi, yang penting bayarannya cocok. hm