Seringkali umat Islam di Indonesia kala lebaran tiba dan telah berpuasa dalam sebulan penuh di bulan Ramadhan, mengucapkan :
Taqaballahu Minaa wa Minkum
Syiyamana wa shiyamakum
Minal a’idin wal faidzin
Mohon maaf lahir dan batin
Tanpa mengetahui makna yang terkandung didalamnya, bahkan seringkali di antara mereka ucapan ucapan tersebut dikaitkan dengan saling mengucapkan maaf antara mereka, walaupun tidak salah untuk saling memaafkan, tetapi tidaklah harus hanya di akhir Ramadhan dilakukannya, meminta maaf dapat setiap saat dilakukan.
Adapun ucapan Taqaballahu Minaa wa minkum Shiyamana wa shiyamakum berarti semoga Allah mengabulkan (amalan) dari kami dan anda, puasa kami dan puasa anda .
Sedangkan lafadz minal a’idin wal faidzin sebenarnya adalah doa yang belum lengkap, artinya janggal bila hanya itu yang diucapkan , kalimat itu berarti : termasuk orang yang kembali dan menang.
Doa itu seharusnya ada kalimat tambahan di depannya, walau masyarakat kita kurang mengenal kalimat tambahan itu . Adapun doa lengkapnya Ja’alanallahu minal a’idin wal faidzin, yang memiliki arti : semoga Allah menjadikan kita termasuk orang yang kembali dan orang yang menang.
Dan uniknya lagi buat masyarakat Indonesia , sering kali terjadi salah pemahaman , dikiranya kalimat itu merupakan ungkapan mohon maaf lahir dan batin. Padahal tidak sama sekali, itu adalah doa dan tidak ada kaitannya dengan saling memaafkan.
Lafadz taqabbalallahu minna wa minkum merupakan lafadz doa yang intinya kita saling berdoa agar semua amal kita diterima Allah SWT. Lafadz doa ini adalah lafadz yang diajarkan oleh Rasulullah SAW ketika kita selesai melewati Ramadhan.
Jadi yang diajarkan dalam Islam setelah Ramadhan berakhir sebenarnya bukan bermaaf-maafan seperti yang selama ini dilakukan oleh kebanyakan bangsa Indonesia. Tetapi yang lebih ditekankan adalah tahni’ah yaitu ucapan selamat serta doa agar amal dikabulkan.
Meski tidak diajarkan atau diperintahkan secara khusus, namun bermaaf-maafan dan silaturrahim di hari Idul Fithri juga tidak terlarang, boleh-boleh saja dan merupakan ‘urf (kebiasaan) yang baik.
Di luar Indonesia, belum tentu ada budaya seperti ini, di mana semua orang sibuk untuk saling mendatangi sekedar bisa berziarah dan silaturrahim, lalu masing-masing saling meminta maaf. Sungguh sebuah tradisi yang baik dan sejalan dengan syariah Islam.
Meski terkadang ada juga bentuk-bentuk yang kurang sejalan dengan Islam, misalnya membakar petasan di lingkungan pemukiman. Tentunya sangat mengganggu dan beresiko musibah kebakaran.
Termasuk juga yang tidak sejalan dengan tuntunan agama adalah bertakbir keliling kota naik truk sambil mengganggu ketertiban berlalu-lintas, apalagi sambil melempar mercon, campur baur laki dan perempuan dan tidak mengindahkan adab dan etika Islam.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh