Lapisan kedua, pasukan pemanah dan pasukan penyiram minyak. Bila sampai bisa memanjat tembok, maka bakal disongsong panah siraman minyak kemudian dibakar hidup-hidup. Lapisan kedua tingginya 5 meter, tebalnya 3 meter. Lapisan ketiga, ada pasukan pemanah, pelempar batu dan penyiram minyak. Tinggi lapisan ketiga 8 meter, tebal 5 meter.
Seperti itulah kekuatan benteng yang terbentang sejauh mata memandang itu. Inilah yang membuat Sultan Muhammad Al-Fatih nyaris putus asa.
Takdir
Kedatangan Orban di Edirne seperti sebuah takdir. Sultan menyambutnya dan menanyainya dengan cermat. Al-Fatih bertanya apakah dia bisa membangun meriam untuk melemparkan bola batu besar guna menghancurkan dinding di Konstantinopel.
“Saya bisa membuat meriam perunggu dengan kapasitas batu yang Anda inginkan,” ujar Orban menjanjikan. “Saya telah memeriksa tembok kota dengan sangat rinci. Saya bisa menghancurkan tidak hanya tembok-tembok ini dengan batu-batu dari senjataku, tetapi juga tembok-tembok Babel itu sendiri,” tegasnya.
Sultan Muhammad Al-Fatih kagum dan sangat senang. Ia pun memerintahkan Orban untuk membuat senjata seperti itu.
Musim gugur tahun 1452, Orban mulai bekerja di Edirne, membuat sebuah meriam terbesar yang pernah ada, sementara Sultan Muhammad Al-Fatih menyiapkan sejumlah besar bahan untuk senjata dan bubuk mesiu: tembaga dan timah, saltpeter, belerang dan arang.
Para pekerja menggali lubang tuang yang sangat besar dan melelehkan perunggu bekas di tungku berlapis bata, memanaskannya dan menuangkannya ke dalam cetakan.
Pada akhirnya muncul dari pengecoran Orban setelah cetakannya dibuka adalah monster yang mengerikan dan luar biasa.
Meriam itu panjangnya 27 kaki (sekitar 8 meter), berat 16,8 ton laras berdinding perunggu padat 8 inci untuk menyerap kekuatan ledakan. Memiliki diameter 30 inci, cukup bagi seorang pria masuk.
Meriam ini dirancang untuk menembakkan batu seberat lebih dari setengah ton. Senjata itu kemudian dikenal sebagai Meriam Dardanella ada juga yang menyebut dengan nama “The Muhammed’s Greats Gun”.
Pada Januari 1453, Sultan Muhammad Al-Fatih memerintahkan tes penembakan di luar istananya. Meriam besar itu diseret ke posisi dekat gerbang dan dipersiapkan. Pekerja menyeret bola batu raksasa ke mulut laras untuk ditempatkan di ruang mesiu.
Sebuah kayu menyala dimasukkan ke lubang kontak. Dengan raungan yang menggelegar dan awan asap besar proyektil yang perkasa itu meluncur melintasi pedesaan sejauh satu mil sebelum mengubur dirinya enam kaki ke dalam tanah lunak.