Rusia mengumumkan pada 16 April 2009 bahwa mereka telah mengakhiri perang di Chechnya. Pengumuman itu sebagian besar hanyalah simbolis karena dalam waktu yang lama, telah tidak ada bentrokan yang berarti di Grozny.
Perang tersebut diklaim pihak Rusia telah dimenangkan Rusia , tetapi solusi atas konflik yang berkepanjangan itu membutuhkan kompromi, tapi di Chechnya hal ini tidak terjadi.
Katanya dalam sebuah demokrasi di mana hak asasi manusia siapapun dihormati, dan penggunaan kekuatan adalah jalan terakhir yang terpaksa dilakukan . Tapi di Chechnya, juga tidak terjadi. Rusia menggunakan kekuatan tempur melampaui batas. Rusia memerangi pejuang Chechnya yang dianggap sebagai pemberontakan internal.
Dengan bangganya Rusia , setelah perang selama 15 tahun, mereka katakan pemberontak telah punah !.
Memang tidak ada perang di ibukota Chechnya Grozny hari ini. Para mujahidin beroperasi di daerah pegunungan berbatasan Dagestan dan Ingushetia, dua wilayah yang didominasi umat Muslim, sama seperti Chechnya, dalam kekuasaan federasi Rusia.
Untuk orang luar, mungkin Grozny saat ini tampaknya menjadi kota yang serba membangun, terlihat tower crane konstruksi di mana-mana. Hidup tampaknya seolah menjadi normal.
Ramzan Kadyrov, yang diangkat oleh presiden Rusia untuk pemerintahan negeri Chechnya saat ini . memiliki kebijakan agar Chechnya terlihat semuanya normal, maka diundanglah Mike Tyson, Michael Jackson dan puluhan artis Rusia berduyun duyun hadir kunjungi dan menghibur warga Chechnya.
“Tidak ada serangan teroris pada tahun 2008. Orang-orang Chechnya telah lama melupakan perang. Kami sedang mengembangkan, membangun dan memulihkan ekonomi republik ini, “kata Ramzan Kadyrov, anak dari Akhmad Kadyrov, seorang mantan pemimpin pejuang Chechnya yang membelot mendukung Rusia.
Perang mungkin sudah berakhir, tapi krisis belum terselesaikan. Perdamaian di Chechnya tidak lebih baik daripada ketenangan kuburan.
Perdamaian yang palsu di negeri kaya akan minyak bumi, dibawah bayangan teror oleh Rusia dengan artileri senjata beratnya.
Teror Rusia di Chechnya ini memiliki sejarah tersendiri. Untuk memahami sejarah ini, kita perlu, setidaknya, memiliki pemahaman sejarah Chechnya yang menjelaskan mengapa ada saling kebencian di antara orang-orang Chechen dan Rusia.
Chechnya ditaklukkan pada abad ke-19 oleh kekaisaran Rusia setelah konflik yang berkepanjangan. Orang-orang muslim Chechen menolak invasi Rusia , pemimpin Chechnya saat itu adalah Imam Shamil, ia seorang Chechnya, pahlawan legendaris, memberikan kepemimpinan untuk perang jihad . Rusia kemudian membunuh Imam Shamil dan membawa seluruh wilayah Chechnya di bawah kendali mereka.
Ini adalah salah satu alasan bagi kebencian Chechnya terhadap Rusia. Dan faktor keduanya adalah penindasan brutal Rusia atas gerakan kemerdekaan Chechnya pada revolusi Bolshevik 1917. Faktor ketiga adalah pada saat Chechnya berpihak dan simpati untuk Jerman selama Perang Dunia II, ternyata jerman terkalahkan, kemudian pemimpin Rusia saat itu , Josef Stalin, pada tahun 1944 mengusir lebih dari satu juta warga Chechnya dan mengirim mereka ke dalam pembuangan di Asia Tengah dan Siberia yang dingin. Hampir 100.000 warga muslim Chechnya meninggal selama evakuasi massal. Barulah pada akhir 1950-an Chechen diizinkan untuk kembali ke daerahnya.
Ketika Uni Soviet runtuh pada tahun 1992, para pemimpin muslim Chechnya melihatnya sebagai kesempatan untuk mendeklarasikan kemerdekaan mereka. karena Lima belas republik lainnya yang berada di bawah payung dari Uni Republik Sosialis Soviet selama setengah abad dari Perang Dingin memerdekakan dengan cara mereka sendiri – dengan Rusia dengan membuat sedikit demonstrasi. Dan Rusia melakukan persetujuan kemerdekaan Negara Negara tersebut. Namun pada tahun 1993, ketika orang-orang Muslim Chechen mengatakan mereka juga menginginkan kemerdekaan, Rusia berbeda sikap, Rusia mengirimkan pasukan dan tank untuk menghancurkan pemberontakan yang dipimpin oleh Presiden Chechnya yaitu Dzhokhar Dudayev.
Rusia menolak Chechnya diberikan kemerdekaan karena beberapa alasan. Yang pertama Chechnya adalah negeri mayoritas muslim. kemudian alasan lainnya jika Chechnya diberikan kemerdekaan, Rusia merasa republik kecil lainnya, seperti Dagestan dan Ingushetia (juga mayoritas muslim di kedua daerah tersebut) , yang merupakan bagian dari Federasi Rusia juga ingin memisahkan diri. Di sisi lain, kalau kemerdekaan diberikan, Rusia akan kehilangan pendapatan karena daerah itu disamping penghasil minyak, juga merupakan akses transportasi dan fasilitas untuk membawa minyak ke Laut Kaspia dari Azerbaijan ke tujuan Eropa melalui pipa strategis di seluruh Chechnya. Selain itu, Chechnya terletak berbatasan Georgia yang telah memetakan kebijakan luar negeri Negara itu dengan dukungan Amerika Serikat. Oleh sebab itu Rusia ingin pertahankan Chechnya di bawah kendalinya agar pengaruh Amerika tidak masuk lebih dalam ke wilayah Rusia lainnya.
Perang Chechnya dengan Rusia awalnya berlangsung selama dua tahun berakhir dengan bencana besar dengan ribuan militer Rusia terbunuh. Moskow dipaksa untuk menegosiasikan gencatan senjata. Pasukan Rusia kembali ke Chechnya pada tahun 1999 dengan kemudian Perdana Menteri Vladimir Putin bersumpah untuk menghancurkan pemberontakan sekali dan untuk semua. Rusia melakukan pemboman di Grozny begitu parah , sehingga saat itu PBB menyebut ibukota Chechnya sebagai “kota paling hancur di planet ini”.
Rusia lakukan kebijakan bumi hangus Chechnya , akhirnya kondisi ini memecah kekuatan faksi pejuang mujahidin dengan faksi Akhmed Kadyrov, Akhmed Kadyrov yang pernah menjadi ketua mufti muslim Chechnya – memilih untuk melakukan pembicaraan dengan Moskow. Putin menyambar kesempatan itu dan langsung mengangkat Akhmed Kadyrov sebagai presiden Chechnya pada tahun 2003. Sedangkan faksi mujahidin yang dipimpin oleh Aslan Mashkhadov menyebut Kadyrov telah melakukan pengkhianatan perjuangan Islam.
Kadyrov menawarkan amnesti dan pekerjaan sebagai pasukan keamanan Chechnya kepada mujahidin yang menyerah. Beberapa dari mereka merespon tapi mayoritasnya mujahidin melanjutkan pertarungan melawan Rusia serta pasukan keamanan Kadyrov sekaligus.
Setahun kemudian, Akhmad Kadyrov tewas dalam ledakan bom di stadion sepak bola Grozny dan Rusia mengangkat anaknya Ramzan Kadyrov sebagai presiden Chechnya.
Ramzan Kadyrov sebagai presiden Chechnya memerintah jauh lebih kejam. Dia sebagai alat Rusia menghancurkan rumah-rumah orang-orang yang telah bergabung dengan mujahidin ataupun yang hanya bersimpati dengan perjuangan mereka. Dia membunuh orang tua dan saudara saudaranya mujahidin yang dianggap pemberontak bagi pemerintahannya.
Sementara kejahatan yang mengerikan sedang dilakukan oleh rezim Kadyrov, komunitas HAM global lakukan protes tapi tak berdaya untuk menghentikan ekses Rusia di Chechnya, persis tak berdayanya ketika Amerika Serikat melakukan pemboman di Afghanistan dan Irak.
Itu adalah bagaimana Rusia dan bonekanya ‘Kadyrov’ dalam menekan kekuatan islam dan memenangkan perang di Chechnya.
Untuk batas tertentu, strategi Rusia memang bekerja. Orang-orang muslim di ibukota Grozny dibuat terakomodasikan. Ramzan Kadyrov telah membangun masjid terbesar di Eropa, yang tampaknya ingin membuat muslim disana bahagia. Namun di luar Grozny, krisis di Chechnya belum berakhir.
Allah sedang menguji umat Islam, “kata seorang pemimpin mujahidin kepada kelompok hak asasi manusia Praha Watch. dan perjuangan itu masih berlanjut hingga sekarang…(Kaukas/Dz)