Fitrah manusia, kata Friere, bukannya untuk jadi penonton dunia. Tapi mengubah dunia. Maka itu, cari tahu apa penyebab timbulnya ketidakadilan dan penindasan, lalu carikan solusi pemecahnnya.
Pemahaman baru, akan melahirkan sebuah model baru atau skema baru, dan tentunya harapan baru.
Maka itu pendidikan bagi kaum tertindas dalam konsepsi Freire adalah untuk membebaskan, bukannya untuk memaklumi keadaan, apalagi membenarkan sistem ketidakadilan yang ada sekarang.
Pendidikan yang membebaskan bagi kaum tertindas, berarti harus melahirkan manusia-manusia baru, yang memahami apa penyebab adanya ketidakadilan, dan sistem seperti apa yang melestarikan ketidakadilan tersebut. Maka dengan itu, ide kreatif yang disuburkan oleh pandangan kritis lewat pendidikan menurut konsepsi Freire ini, akan melahirkan pergerakan sosial yang inovatif.
Bukan ditujukan buat melenyapkan para penindas lalu kemudian menjadi penindas2 baru, melainkan mengubah sistem yang jadi penyebab penindasan.
Inilah yang harus menginspirasi kita semua di tanah air. Betapa selama ini yang namanya kaum oposisi, belumlah bisa dikatakan sebagai manusia-manusia baru yang dimaksud oleh Dr Freire. Melainkan hanya orang-orang yang seoalh-olah berada di barisan kaum tertindas, padahal hanya ingin menyerupai kaum penindas. Biasanya orang-orang yang model begini, di alam bawah sadarnya beranggapan bahwa mustahil bagi rakyat untuk memprakarsai adanya perubahan.
Tesis dan pemikiran Paolo Freire membuktikan sebaliknya. Rakyat bisa mengubah keadaan, seiring lahirnnya manusia-manusia baru yang sudah paham apa penyebab ketidakadilan, dan tahu apa resepnya buat mengubah keadaan.
Dan Dr Freire perjuangannya tidak sia-sia. Setahun setelah wafatnya pada 1997, Amerika Latin mulai diguncang perubahan seiring lahirnya manusia-manusia baru seperti Hugo Chavez di Venezuela, Ivo Morales di Bolivia, maupun pemimpin-pemimpin kerakyatan lainnya di Chile, Brazil dan Guatemala. Mereka-mereka inilah para pemimpin yang lahir dari rahim rakyat, dan rahimnya revolusi.
Setelah saya reunungkan kembali buku ini, sontak tersadar. Bahwa yang ditakuti penguasa dan kaum mapan dari pendekatan Dr Freire ini adalah potensinya untuk menciptakan ikatan radikal di kalangan masyarakat untuk melawan sistem ketidakadilan.
Boleh jadi, program de-radikalisasi yang sekarang digencarkan oleh berbagai ormas maupun badan anti-terorisme, bukan karena takut terhadap radikalisme Islam, fundamentalisme Islam atau Wahabi. Namun potensi ideologisnya untuk menciptakan ikatan radikal di kalangan rakyat dari berbagai kelompok kecenderungan ideologi, aliran maupun ras-antar golongan, untuk mengubah keadaan.
Selain itu ada segi lain yang juga menarik dari isi buku Freire ini. Waktu baca ulang karya Paulo Freire, ada yang menggelitik benak saya saat ini. Bahwa waktu buku ini diluncurkan pada pada 1968 dalam bahasa Brazil, yang disusul dalam versi Inggris pada 1970. Bahwa Dr Freire uniknya diserang dari dua kutub ideologi yang sebenarnya justru berlawanan. Kaum kanan menuduh Freire ini penganut kiri radikal, sementara kaum kiri ortodoks lucunya menuduh Freire ini kontra revolusioner.