Muḥammad Ḥusnī Mubārak, juga dikenal dengan Hosni Mubarak, lahir di Kafr-El Meselha, Al Monufiyah, 4 Mei 1928; dan saat ini berumur 82 tahun adalah presiden Mesir sejak 14 Oktober 1981.
Mubarak ditunjuk sebagai wakil presiden setelah pangkatnya naik di jajaran Angkatan Udara Mesir. Kemudian, ia menjadi presiden untuk menggantikan presiden Anwar Al Sadat yang terbunuh pada 6 Oktober 1981 oleh kelompok Islam ‘radikal’. Ia merupakan Presiden Mesir kelima untuk masa jabatan lebih dari 30 tahun sejak menjabat pada tahun 1981. Sebagai Presiden Mesir, ia dianggap sebagai pemimpin yang paling berkuasa di wilayahnya.
Mubarak lahir pada 4 Mei 1928 di "Kafr El-Meselha", Governorat Al Monufiyah (Mesir). Saat masih belajar di perguruan tinggi, ia bergabung dengan Akademi Militer Mesir hingga meraih gelar Bachelor’s Degree dalam Pengetahuan Militer pada tahun 1949. Pada tahun 1950, ia bergabung dengan Akademi Angkatan Udara dan kembali meraih gelar Bachelor’s Degree untuk Pengetahuan Aviation serta Ia mengajar di Akademi Angkatan Udara pada periode 1952-1959. Pada tahun 1964, ia diangkat sebagai Kepala Delegasi Militer Mesir untuk USSR.
Di bawah Konstitusi Mesir 1971, Presiden Mubarak memiliki kuasa yang luas atas Mesir. Bahkan, dia dianggap banyak orang sebagai seorang diktator, meskipun moderat. Ia dikenal karena posisinya yang ‘netral’ dalam Konflik Israel-Palestina dan sering terlibat dalam negosiasi antar kedua pihak.
Bagi kalangan Islamis baik yang ‘moderat’ maupun yang ‘radikal’, Mubarak tidak lebih merupakan sosok yang mirip dengan Anwar Saddat yang tewas terbunuh. Meski dinilai cukup moderat, namun banyak kebijakan-kebijakan era pemerintahannya justru ‘menekan’ Islam yang merupakan dasar negara resmi Mesir.
Mulai dari melanjutkan kebijakan pendahulunya yang bermesra-mesraan dengan zionis Israel, membuat tembok penghalang di perbatasan Mesir, tidak mendukung perjuangan rakyat Palestina dalam melawan Israel, hingga penangkapan dan pembunuhan terhadap para aktivis Islam khususnya musuh ‘abadi’ nya, Ikhwanul Muslimin.
Di era pemerintahannya, polisi telah menjadi monster yang sangat menakutkan. Tidak hanya satu korban tewas oleh aparat penegak hukum itu di kantor mereka. Bahkan seorang dai salafi dari gerakan ansharus sunnah Muhammadiyah, harus tewas mengalami siksaan polisinya Mubarak hanya karena sang dai dituduh terlibat dalam pengeboman malam tahun baru.
Meski gerakan Salafi Mesir bisa dikatakan non politis bahkan sempat dikabarkan salah seorang ulama mereka mewajibkan "bai’at" terhadap kepemimpinan Mubarak hingga mengeluarkan fatwa hukuman mati terhadap orang yang berani ‘menentang’ Mubarak, dan ini menimpa tokoh oposisi Elbaradei yang menyerukan unjuk rasa massal menentang rezim Mubarak. Namun bagi Mubarak hal tersebut tidak berlaku.
Saking ‘kejamnya’ polisi Mesir dan intelijennya, mahasiswa Al-Azhar di Kairo sampai takut untuk menuliskan nama mereka atau organisasi mereka jika menulis artikel tentang "Mesir" di situs eramuslim. Mungkin mereka lebih tahu bagaimana perilaku aparat keamanan Mesir, hal ini terbukti dengan kasus penyiksaan beberapa mahasiswa Indonesia yang ada di Kairo oleh polisi Mesir. Yang lucunya, penangkapan para mahasiswa tersebut salah satu alasannya, karena salah seorang mahasiswa menempel poster Hamas dan Syaikh Ahmad Yassin di kamar mereka.
Bagi kalangan Jihadis, sosok Mubarak tidak lebih merupakan seorang "thaghut" yang harus disingkirkan sebagaimana yang menimpa pendahulunya Anwar Saddat. Mubarak meski secara zhahir seorang muslim, namun bagi kalangan Jihadis, Mubarak telah ‘murtad’ dari Islam dengan banyaknya alasan kemurtadan yang menimpa dirinya.
Walaupun Mesir dasar negara berlandaskan Islam (al-Quran dan Sunnah), hingga kini Mesir di bawah Mubarak sangat anti dengan namanya Syariat Islam. Bahkan musim pemilu parlemen baru-baru lalu, lewat antek-anteknya di KPU Mesir, menerapkan pelarangan penggunaan slogan-slogan keIslaman dalam kampanye – sebuah langkah yang bertujuan untuk menjegal kelompok oposisi utama Islam Ikhwanul Muslimin dari kancah politik Mesir, yang memiliki slogan "Al-Islam Huwal Hal" Islam adalah Solusi.
Mengcopy paste sikap presidennya, pejabat-pejabat pemerintahan Mubarak pun tidak jauh bedanya dengan Mubarak sendiri yang "anti-Islam". Menteri pendidikan Mesir, Faruk Husni berkali-kali menghina syariat Islam khususnya Jilbab. Muslimah yang bercadar juga dilarang mengikuti ujian di kampus-kampus Mesir.
Di era pemerintahan Mubarak, tidak ada pertumbuhan ekonomi yang signifikan yang dialami oleh Mesir, meski didukung oleh AS tetap saja ekonomi Mesir terpuruk ditambah lagi dengan banyaknya pengangguran. Penjualan gas Mesir kepada Israel sekutunya, juga tidak otomatis membuat pendapatan perkapita penduduk negara tersebut meningkat. Jadi apa yang mesti dipertahankan dari pemerintahannya??
Sempat dikabarkan ‘sekarat’ dan menjalani operasi di luar negeri, Mubarak menjelang pemilu parlemen lalu kembali ke depan publik Mesir untuk memperkuat posisinya sebagai penguasa Mesir.
Aksi unjuk rasa yang berbuntut kerusuhan di Mesir yang menuntut pengunduran dirinya, tidak membuat Mubarak goyah dengan pendiriannya bahwa dirinya merupakan Presiden Mesir yang ‘kuat’. Mungkin Mubarak ingin menjadi Fir’aun baru yang berkuasa atas segala sesuatu yang berada dibawah kepmimpinannya.(fq)