Eramuslim.com – Beberapa waktu terakhir dunia dibuat marah ketika pasukan pendudukan Israel melakukan penyerbuan ke kompleks Masjid al-Aqsa di Yerusalem. Aparat Israel memukuli jamaah dan memaksa keluar dari situs tersuci ketiga dalam Islam selama bulan suci Ramadhan.
Sekitar 400 warga Palestina ditangkap, seratus terluka, dua di antaranya berada dalam kondisi kritis, sementara pasukan penyerang menghancurkan sebuah klinik kecil yang menempel di masjid untuk mencegah pemberian perawatan medis kepada mereka yang membutuhkan.
Ambulans dan ratusan warga Palestina, yang memprotes di luar gerbang masjid juga dilarang masuk.
Beberapa laporan mengatakan, pasukan Israel memaksa masuk ke al-Aqsa dan meminta jamaah keluar untuk membuka jalan bagi pemukim Israel sayap kanan yang berencana memasuki tempat suci selama Paskah pada Rabu (5/4).
Provokasi Israel ini adalah akibat langsung dari hasutan yang diluncurkan National Israel yang radikal, pasukan Garda Nasional yang diusulkan Menteri Keamanan Israel Itamar Ben-Gvir, yang menurut banyak pengamat ‘membahayakan’.
Ben-Gvir pada awal Januari bahkan mempelopori untuk mengunjungi kompleks puncak bukit yang menjadi lokasi Masjid Al-Aqsa, hanya beberapa hari setelah menjabat. Ben-Gvir menyuarakan bahwa situs tersebut bukan hanya milik Muslim. Dalam Yudaisme, Al Aqsa juga disebut Temple Mount, karena itu adalah lokasi Kuil alkitabiah.
Ben-Gvir, yang sebelumnya dihukum karena tuduhan kriminal, telah lama menyerukan perluasan akses dan hak bagi orang Yahudi di Temple Mount.
Ben-Gvir bahkan membela dan memuji pemukim Israel yang membakar keluarga Palestina ketika kerusuhan meledak.
Lalu, siapakah sebenarnya Ben Gvir?
Terpilihnya kembali Benjamin Netanyahu sebagai Perdana Menteri Israel lewat pemilu November tahun lalu tidak bisa dilepaskan dari keterlibatan salah satu sekutu barunya, Religious Zionist Party, yang berhasil mengamankan 14 kursi parlemen Knesset alias terbanyak ketiga.
Religious Zionist Party merupakan faksi yang terdiri dari tiga partai kecil, yaitu Religious Zionist Party pimpinan Bezalel Smotrich, seorang politikus anti-Arab pendukung pendudukan Israel di Palestina, partai Yahudi Ortodoks bernama Noam yang anti-LGBT, serta Otzma Yehudit.
Di antara tiga faksi itu, Otzma Yehudit-lah yang paling disorot selama pemilu. Mereka dikenal terutama karena sepak terjang pemimpinnya yang kontroversial, Ben-Gvir.
Ben-Gvir, seorang politikus nasionalis sayap kanan, bergabung dengan Religious Zionist Party sebagai wakil pemimpin atas perintah Netanyahu, tujuannya untuk meningkatkan dukungan bagi blok sayap kanan di parlemen.
Menurut laporan Ecomonist, selama bertahun-tahun Ben-Gvir dijauhi oleh sayap kanan sebagai ekstrimis.
Lahir pada tahun 1976 di Yerusalem dari imigran Yahudi Irak, Ben-Gvir muda (16 tahun) bergabung dengan Kach, sebuah gerakan ultra-nasionalis yang digambarkan oleh Amerika sebagai organisasi teroris.
Kach dipimpin oleh Meir Kahane, seorang nasionalis anti-Arab yang kejam yang menyerukan agar warga Arab Israel dicabut kewarganegaraannya.
Pada tahun 1994 Baruch Goldstein, sesama penganut Kach, membunuh 29 orang Palestina di sebuah masjid di Tepi Barat yang diduduki, sampai dia memasuki dunia politik, Ben-Gvir sangat mengidolakan Goldstein, bahkan menggantung poster tokoh itu di rumahnya.
Ben-Gvir juga yang mengusulkan pembentukan Garda Nasional yang kemudian disetujui Kabinet Israel. Garda ini, menurut Ben-Gvir akan fokus pada penanganan kerusuhan di komunitas Palestina di Israel.
Di bawah rencana Ben-Gvir, unit tersebut akan bekerja dengan polisi dan militer untuk menangani protes oleh warga Palestina yang digambarkan sebagai kerusuhan sipil seperti yang terjadi di Gaza pada Mei 2021.
Usulan itu mendapat penentangan dari saingan politik yang menuduhnya mendirikan “milisi” sektarian.
Selama wawancara di Israel Channel 12 pada 4 April, Ben-Gvir berkata, “Orang-orang Yahudi harus menyerbu Temple Mount (Masjid al-Aqsa), karena (tempat itu) tidak hanya untuk orang Arab; Saya meminta orang Yahudi untuk menyerbu Temple Mount.
Ben-Gvir dengan tegas mengatakan bahwa itu adalah situs terpenting bagi Negara Israel.
“Saya tidak menerima bahwa hanya Muslim yang masuk ke situs tersebut. Yahudi juga memiliki hak asasi manusia di negara ini, dan mereka memiliki hak untuk masuk ke situs tersebut; Saya juga akan menyerbunya, tetapi tidak pada hari Rabu,” katanya.
(RMOL)