Umat Islam dihadapkan seperti pepatah memakan buah simalakama. Pilihan yang tidak mudah. Khususnya, menghadapi pilpres 2009, di bulan Juli nanti. Setidaknya, umat Islam harus berpikir, siapa diantara para calon, yang memiliki keterkaitan dengan kepentingan umat Islam? Tapi, ketiga capres itu, berdasarkan laporan, ketiganya memiliki masalah yang sulit, terutama berkaitan dengan masalah isu-isu yang mendasar.
Harian Kompas, menurunkan berita tentang sejumlah isu yang menerpa masing-masing capres. (Kompas 22/6/2009). Salah satu yang dimuat di harian itu adalah pasangan SBY-Boediono penganut konsep neoliberalisme (neo-lib). Persoalannya, apakah SBY-Boediono, yang sering dikaitkan dengan neo-lib, benar-benar neo-lib? Barangkali perlu ditelusuri fakta-fakta, terutama kecenderungan pandangan-pandangannya, yang berkaitan dengan visi, misi, serta orang-orang yang ada disekelilingnya.
Betatapun, selalu ditolak dengan menggunakan pernyataan, dan dukungan, serta opini, melalui berbagai media, dan testemoni, bahwa SBY-Boediono, terutama Boediono bukan neo-lib, seperti yang pernah dikemukakan ekonom Faisal Basri, yang memberikan kesaksian terhadap pribadi Boediono, tapi melihat orang-orang yang di sekeliling SBY, nuansa pandangan yang sangat Amerika itu, tak dapat dilepaskan.
Meskipun, yang menjadi pilar dukungan utama SBY-Boediono, partai-partai Islam, dan berbasis Islam, seperti PKS, PAN, PPP, dan PKB, yang sebenarnya, tak lebih hanyalah merupakan kelompok kepentingan (interest group). Diluar partai-partai politik ada jaringan dari kalangan Islam, yang menggunakan jargon ‘liberal’, atau yang sering disebut sebagai Jaringan Islam Liberal (JIL). Kelompok ini, sekarang yang menggayut ‘diketiak’kekuasaan SBY. Karena, adanya kesamaan pandangan yang sifatnya ideologis, sama-sama berkiblat ke Barat.
Sebenarnya, bagaimana asal-muasal, jaringan JIL ini ‘conneck’ (nyambung) dengan SBY? Semua itu, berawal dari hubungan JIL dengan Freedom Institute. Direktur Freedom Institute ini, tak lain adalah Rizal Mallarangeng, yang kakak dari Andi Mallarangeng, yang menjadi Jubir Presiden SBY. Andilah yang menjadikan terbentuknya ‘kongsi’ politik antara JIL dengan SBY. Sementara itu, Mallarangeng bersaudara, yang terdiri Rizal Mallarangeng, Andi Mallarangeng, dan Zulkarnaen Mallarangeng adalah pendiri Fox Indonesia, yang menjadi konsultan Tim Sukses SBY-Boediono.
Dan, faktanya di Freedom Institute ini, Rizal Mallarangeng, dibantu dan didukung tokoh-tokoh JIL, seperti Luthfie Assyaukani (deputi direktur), Saiful Mujani (direktur riset), Hamid Basyaib (direktur program), Ahmad Sahal (Associates), dan Ulil Abshar Abdalla (Associates). Kelompok ini juga didukung sejumlah ekonom, yang selama ini sudah menjadi tim ahlinya Sri Mulyani, diantaranya adalah M.Chatib Basri, Mohammad Ikhsan, dan Nirwan Dewanto.
Di Fox Indonesia, Zulkarnaen Mallarangeng, duduk sebagai direktur eskskutif, Andi Mallarangeng, R.William Liddle, dan Takeshi Kohno, juga tercatat menjadi konsultan politik Fox. William Liddle adalah guru besar di Universitas Chichago, yang juga mentor mereka, termasuk tokoh Islam di Indonesia, seperti Alhmarhum Nurcholis Madjid, Amin Rais, dan Syafi’I Maarif. Mereka yang sekarang menjadi konsultan SBY, Mallarangeng bersaudara, dikenal sebagai ‘Chicago Boys’.
Fox yang menjadi konsultan SBY, menggunakan LSI (Lembaga Riset Indonesia), yang dipimpin Saiful Mujani, dan Denny JA, yang menjadi Direktur LIngkaran Survei Indonesia (LSI-Lingkaran), dan Rizal Mallarangeng (Freedom Institute), yang belum lama ini, mengangkat isu tentang pilpres satu putaran, yag kemudian di‘ amini’ partai pendukungnya seperti PKS. Sebagaimana sudah diketahui, LSI (Lembaga Survei Indonesia), tak lain berafiliasi kepada SBY, dan kegiatan mereka didanai oleh lembaga konsultan Fox Indonesia.
Tujuan membentuk survei, yaitu ingin memenangkan secara mutlak melalui surveinya, sehingga memberikan legitimasi bagi pemilu satu putaran. Denny JA, sudah membuat iklan, yang secara terang-terangan menginginkan pemilu satu putaran, dan terus mengkampanyekannya. Kelompok Neo-lib dan JIL, sebagai kelompok pendukung,sudah sangat ‘ngebet’ menginginkan agar segera SBY-Boediono dilantik menjadi presiden.
Hanya dengan bermodalkan hasil survei.Direktur LSI, Kuskrido Ambardi, mengakui bahwa LSI didanai oleh Fox. “Setahu saya survei ini didanai oleh Fox”, ujar Ambardi. Lebih jauh, Freedom Institute,sebagai lembaga ‘think thank’, didanai oleh pengusaha Abu Rizal Bakri. Selain, Freedom Institute, Fox Indonesia, dan LSI, Andi Mallarangeng juga memasok data untuk SBY melalui Indonesian Reseach dan Development Institute (IRDI), yang didirikan antara Andi Mallarangeng bersama Notrida GB Mandica.
Sekarang pertanyaannya mengapa kelompok JIL mendukung dan bekumpul di sekeliling SBY-Boediono? Tak lain karena faktor ideologis. Pertama, tokoh yang memberikan dukungan, ketika Boediono dipilih SBY sebagai cawapres adalah Gunawan Muhamad. Penerima Anugrah Bakrie Award dari Freedom Institute, dan Gunawan terkenal pembela utama dari kelompok JIL. Bahkan, menyediakan tempat bagi kelompok JIL ini, di Utan Kayu, yang kemudian dikenal sebagai komunitas Utan Kayu, dan memiliki Radio 68 H, yang digunakan menyebarkan pemikirannya yang liberal. Boediono didukung karena memang menganut ideologi neo-lib.
Dikelompoknya JK juga terdapat mantan Rektor UIN, Azzumardi Azra, sekarang ada di lingkaran tim sukses JK. Meskipun, Azzumardi ini tidak ‘vokal’ seperti kelompok yang menjadi ‘circle’ (lingkaran) SBY-Boediono. Tapi, selama ini Azzumardi ini memiliki pemikiran yang kadang-kadang ‘dekat’ dengan kalangan JIL.
Maka, tak heran jika berlangsung peristiwa di Silang Monas, yang melibatkan kelompok AKKBP dengan Laskar Umat Islam, maka kelompok JIL dan Ahmadiyah memberikan dukungan kepada AKKBP. Demikian pula, ketika pemerintah membuat kebijakan menaikkan BBM, Goenawan Muhamad, Ulil Abshar Abdala, Rizal Mallarangeng, dan sejumlah tokoh lainnya, membuat iklan tentang BLT, Tentu, yang paling pokok bagaimana kiprah kelompok-kelompok yang pro-Barat ini, memberikan dukungan kepada pasangan SBY-Boediono.
Namun, kelompok JIL dan Neo-lib bukan hanya berada diketiak SBY, tapi mereka ada juga yang merapat ke Mega-Prabowo. Tokoh JIL yang merapat ke Mega-Pro ini, adalah Zuhairi Misrawi. Intelektual muda NU ini dipercayai oleh kalangan PDIP, melalui organisasi yang menjadi sayap PDIP, yaitu Baitul Muslimin, dan Zuhairi dikenal sebagai direktur Moderate Muslim Society (MMS). Pandangan yang liberal itu pernah dituangkan dalam sebuah artikel di harian Republika, seperti ‘Pluralisme Berbasis al-Qur’an’, (8/12/2008).
Diantara tulisan di Republika itu, terdapat,’ Hasil riset saya, surat al-Ma’idah merupakan surat yang amat pluralis, karena menyebutkan Injil sebagai pentunjuk’ (al-Maidah : 46). ‘Kendatipun, sebagian muslim menolak injil dan Taurat, tapi justru Allah menjunjung keduanya’, ungkapnya.
Jadi barisan kelompok JIL ini telah menyebar di pusat-pusat kekuasaan, dan berharap mereka dapat terus mengembangkan ajarannya, yang lebih luas, seperti demokrasi, kebebasan, dan pluralisme, yang sekarang sudah menjadi ‘agama’ baru.
Sebelumnya, di kota Kediri, tim sukses SBY-Boediono, menggelar acara larungan atau melakukan larung sesaji. Larung sesaji ini dimaksudkan sebuah ritual untuk mendapatkan berkah bagi kemenangan SBY-Boeidono. Larung sesaji ini juga dimaksudkan untuk membuang sial. Pasalnya, di Kediri dalam pemilihan legislative 2009, yang lalu, Partai Demokrat kalah dengan PDIP.
Upara larungan itu, yang dilarung berupa bunga tujuh macam, dupa (kemenyan), dua ekor bebek yang dikalungi postes SBY-Boediono. Kedua bebek itu dimaksudkan melambangkan nomor urut pasangan itu. Upara itu digelar ditanggul sungai Brantas, yang berada di Kelurahan Semampir, Kediri.
Selain itu, puluhan penganut aliran kepercayaan dari Paguyuban Dhulang Projo mengggelar proses ritual, yang acaranya berlangsung Taman Apsari Surabaya, Selasa (9/6/2009), yang tujuan untuk mendukung SBY-Boediono. Prosesi itu berupa peletakkan sesaji di patung Joko Dolog. Ketua Paguyuban Dhulang Projo, Ki Sudirman, menyatkan, fihaknya mendukung pasangan SBY-Boeidono. “Kami menilai Pak Boediono sangat mengayomi dan sangat respek dengan kejawen yang merupakan budaya leluhur”, ucapnya.
Tak mau kalah, pasangan Mega-Prabowo, tim suksesnya juga menggelar ritual yang sama. Tim sukses Mega-Prabowo, ketika mendeklarasikannya di Bantar Gembang, Sabtu malam (23/5/2009), juga menggelar ‘sedekah bumi’, yaitu melakukan penyembelihan tiga kerbau bule, yang dagingnya dibagikan kepada pemulung yang ada di kelurahan Cikiwul, Sumur Batu, dan Ciketung Udik.
Kerbau bule itu diyakini sebagai kerbau yang ‘sakti’. Menurut Ates Mulyana, yang menyumbang kerbau bule itu, dimaksudkan untuk kelancaran acara deklarasi di Bantar Gebang. Selanjutnya, usai pemotongan kerbau itu, dilanjutkan dengan pengajian yang dipimpin Habib Ali Alatas, dan dihadiri 500 anggota masyarakat.
Jadi, umat Islam dihadapkan pada pilihan yang sulit, ibaratnya seperti makan buah simalakama. Apakah umat Islam harus memilih antara neo-lib dan syirik? (m/berbagai sumber)