Pada tahun 1818, Kesultanan Utsmaniyah mengirimkan pasukan ekspedisi besar yang dipersenjatai dengan artileri modern ke wilayah barat Arabia. Tentara Ottoman mengepung Diriyah, yang sekarang telah berkembang menjadi salah satu kota terbesar di semenanjung tersebut. Pasukan Ottoman meratakan kota dengan senjata lapangan dan membuatnya tidak dapat dihuni secara permanen dengan merusak sumur dan menumbangkan pohon-pohon kurma.
Negara Arab Saudi Kedua
Pada tahun 1824, keluarga al-Saud telah mendapatkan kembali kendali politik di Arab Saudi tengah. Penguasa Saudi, Turki bin Abdullah al-Saud memindahkan ibu kotanya ke Riyadh, sekitar 20 mil selatan Diriyah, dan mendirikan Negara Arab Saudi Kedua.
Selama 11 tahun pemerintahannya, Turki bin Abdullah al-Saud berhasil merebut kembali sebagian besar tanah yang hilang dari Ottoman. Saat ia memperluas kekuasaannya, ia mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa rakyatnya menikmati hak, dan ia melihat kesejahteraan mereka.
Di bawah Turki bin Abdullah al-Saud dan putranya, Faisal, Negara Saudi Kedua menikmati masa damai dan kemakmuran, dan perdagangan dan pertanian berkembang.
Ketenangan itu hancur pada tahun 1865 oleh kampanye Utsmaniyah yang diperbarui untuk memperluas kerajaan Timur Tengah-nya ke Semenanjung Arab. Tentara Utsmaniyah merebut sebagian Negara Saudi, yang saat itu diperintah oleh putra Faisal, Abdulrahman.
Dengan dukungan Ottoman, keluarga Al-Rashid dari Hail melakukan upaya bersama untuk menggulingkan Negara Arab Saudi Kedua.
Dihadapkan dengan tentara yang jauh lebih besar dan lebih lengkap, Abdulrahman bin Faisal al-Saud terpaksa meninggalkan perjuangannya pada tahun 1891.
Dia mencari perlindungan dari suku Badui di gurun pasir yang luas di Arabia timur yang dikenal sebagai Rub’ Al-Khali, atau “Empty Quarter”. Dari sana, Abdulrahman dan keluarganya melakukan perjalanan ke Kuwait, di mana mereka tinggal sampai tahun 1902.
Bersamanya adalah putranya yang masih kecil, Abdulaziz, yang telah menunjukkan dirinya sebagai pemimpin alami dan pejuang yang tangguh.
Kerajaan Arab Saudi Modern
Abdulaziz muda bertekad untuk mendapatkan kembali warisannya dari keluarga al-Rasyid, yang telah mengambil alih Riyadh dan mendirikan gubernur dan garnisun di sana.
Pada tahun 1902, Abdulaziz,—dengan hanya 40 pengikutnya— melakukan pawai malam yang berani ke Riyadh untuk merebut kembali garnisun kota, yang dikenal sebagai Benteng Masmak. Peristiwa legendaris ini menandai awal terbentuknya negara atau kerajaan Arab Saudi modern.
Setelah mendirikan Riyadh sebagai markas besarnya, Abdulaziz merebut semua wilayah Hijaz, termasuk Makkah dan Madinah, pada tahun 1924 hingga 1925. Dalam prosesnya, dia menyatukan suku-suku yang bertikai menjadi satu negara.
Pada tanggal 23 September 1932, negara itu dinamai Kerajaan Arab Saudi, sebuah negara Islam dengan bahasa Arab sebagai bahasa nasionalnya dan Alquran sebagai konstitusinya.
Raja Abdulaziz menjadi raja pertama Kerajaan Arab Saudi, yakni dari 1932 hingga 1953.
Raja kedua adalah Raja Saud bin Abdulaziz (1953-1964), diteruskan Raja Faisal bin Abdulaziz (1964-1975), selanjutnya Raja Khalid bin Abdulaziz (1975-1982), kemudian Raja Fahd bin Abdulaziz (1982-2005), kemudian Raja Abdullah bin Abdulaziz (2005-2015) dan diteruskan oleh Raja Salman bin Abdulaziz hingga sekarang.
Raja masa depan Kerajaan Arab Saudi adalah Pangeran Mohammed bin Salman yang tak lain adalah putra Raja Salman.[sindonews]