Pasha mengatakan, kepemimpinan Ottoman memiliki minat khusus pada relik suci dan ketertarikan mereka terhadapnya melampaui zaman Nabi Muhammad.
Di antara 600 benda sakral, ruangan itu juga memiliki relik yang diyakini sebagai panci Nabi Ibrahim, tongkat Musa, dan serban Yusuf.
“Ada budaya kepercayaan [tentang relik ini]. Ada juga barang-barang yang diyakini milik nabi-nabi lain di masa lalu,” kata Kucukasci.
Pada awal abad ke-19, Sultan Mahmud II memutuskan untuk meninggalkan Has Oda dan mendedikasikan ruang tersebut secara eksklusif untuk relik suci.
Putranya, Abdulmecid I, yang dengan gigih menjalankan kebijakan modernisasi negara Utsmaniyah, meninggalkan Istana Topkapi pada 1856 dan pindah ke Istana Dolmabahce yang baru dibangun, sebuah arsitektur bergaya neo-barok Prancis di sepanjang selat Bosphorus.
Pada 1918, ketika Kekaisaran Ottoman di ambang kehancuran, salah satu jenderalnya Fahrettin Pasha menunjukkan pembangkangan yang luar biasa. Sebagai komandan pasukan Ottoman di kota suci Madinah, Pasha menolak menyerah di hadapan pasukan sekutu, mengesampingkan perintah atasannya.
“Prajurit! Aku memohon kepadamu atas nama Nabi, saksiku. Aku perintahkan kamu untuk mempertahankan dia dan kotanya sampai peluru terakhir dan nafas terakhir, terlepas dari kekuatan musuh. Semoga Allah membantu kami, dan semoga doa Muhammad menyertai kami,” katanya kepada tentaranya selama pengepungan Madinah.
Pada Januari 1919, Pasha ditangkap perwiranya sendiri dengan alasan tidak mematuhi perintah dari Istanbul, 72 hari setelah perjanjian gencatan senjata Kekaisaran Ottoman dengan pasukan Sekutu. Tetapi selama kebuntuan, Pasha menyelamatkan banyak relik suci yang signifikan dan membawanya ke Istana Topkapi di Istanbul.(rol)