Eramuslim.com – Pada zaman modern, sistem pemosisi global (GPS) telah banyak membantu menemukan arah dan melacak lokasi kita. Sementara teleskop telah membantu kita mengamati langit.
Tapi bagaimana penemuan itu bisa terjadi seribu tahun yang lalu? Bagaimana para penemu menemukan cara mereka, bagaimana mereka mengukur jarak antar bintang, dan bagaimana mereka bisa menghitung ketinggian gunung? Sebagian jawabannya ialah Astrolab temuan Mariam Al Astrulabi.
Bagi umat Islam, posisi matahari memegang peranan penting dalam menentukan waktu shalat. Menemukan bantalan Ka’bah yang paling akurat, di Makkah, telah menjadi bagian integral dari sains Islam sejak awal. Karena itu, astronomi selalu memainkan peran penting.
Dari Al Battuni, Al Kharawizmi, dan Thabit Ibn Qurra, hingga Ali Al Qushji, Ulugh Bey, dan Al Biruni, polimatik Muslim selalu membantu berinovasi dan memperluas disiplin.
Tapi bukan hanya pria Muslim yang berkontribusi. Pada abad ke-10, seorang wanita Muslim, Maryam Al Ijlya – juga dikenal sebagai Mariam Al Astrulabi – mengubah wajah astronomi selamanya dengan merintis astrolab.
Kontribusinya terhadap astronomi diakui pada tahun 1990 ketika Henry H. Holy menemukan asteroid terbaik di Observatorium Palomar dan menamakannya 7069 Al Ijliyye.
Astrolab adalah sebuah alat untuk mengukur ketinggian benda langit, juga dapat digunakan untuk pengamatan astronomi, ketepatan waktu dan navigasi. Inovasi Mariam juga menjadi pondasi pengelolaan transportasi dan jalur komunikasi.
Muslimah itu juga berkontribusi melacak posisi matahari, bulan, bintang dan planet, membantu menemukan kiblat dan memastikan waktu sholat dan tanggal Ramadhan.
Mariam dianggap sebagai salah satu dari 200 astronom paling terkenal dalam sejarah.
Lahir dari pembuat astrolab Al Ijliy Al-Astrulabi di Suriah pada abad ke-10, ayah Mariam adalah inspirasinya. Keahlian Mariam menarik perhatian pendiri Emirat Aleppo, Sayf Al Dawla, yang mempekerjakannya di istananya.
Selama masa pemerintahannya antara 944 hingga 967AD, Mariam membantu mengembangkan navigasi dan ketepatan waktu dan menjadi terkenal di seluruh wilayah sebagai pembuat astrolab paling detail di generasinya.
Penulis fiksi ilmiah Nigeria-Amerika, Nnedi Okorafor mengungkapkan pada tahun 2016 bahwa Mariam adalah sumber inspirasinya dalam novelnya, Binti. Okorafor mengetahui tentang Mariam Al Astulabi di Uni Emirat Arab selama festival buku. Buku Okorafor memenangkan penghargaan pada tahun 2015, dan Mariam juga dinobatkan sebagai wanita luar biasa dari Zaman Keemasan Islam oleh 1001 Inventions.
Bagaimana cara kerja Astrolab?
Astrolab pertama kali muncul sebagai instrumen ilmiah yang digunakan untuk menghitung waktu dan mengamati langit. Ada piringan dari logam atau kayu dengan keliling yang ditandai dalam derajat. Pointer portabel berputar di tengah disk dan disebut alidade.
Astrolab memungkinkan para astronom untuk menghitung posisi bintang dan matahari terkait posisinya di cakrawala dan meridian.
Penemuan mereka ditelusuri kembali ke Yunani kuno. Namun, mereka banyak digunakan selama Abad Pertengahan oleh Muslim dan Eropa. Penggunaannya menjadi umum di kalangan pelaut sekitar abad ke-15 hingga perkembangan sekstan.
Dari abad ke-8 hingga ke-15, para astronom Muslim menghasilkan banyak sekali karya astronomi yang canggih. Cendekiawan Muslim, khususnya selama Zaman Keemasan Islam, membantu menciptakan penemuan-penemuan inovatif yang akan berdampak pada generasi yang akan datang.*
oleh Dr Ufuk Necat Tasci. Penulis adalah seorang analis politik, akademisi, dan jurnalis. Bidang penelitian dan minatnya meliputi Libya, kebijakan luar negeri Turki, perang proksi, perang pengganti, dan bentuk konflik dan sejarah baru
(Hidayatullah)