Kompleks makam kuno Belanda ini juga menyimpan cerita unik, yaitu berupa misteri dua nama dalam satu nisan. Pada nisan makam tersebut ada dua nama yang dituliskan, yaitu Heinrich Kuhl and Johan Conrad van Hasselt. Jasad dua ahli Biologi ini dimakamkan dalam satu liang lahat, padahal keduanya wafat pada waktu yang berbeda.
Kuhl yang berasal dari Jerman meninggal lebih dahulu pada 1821 (usianya masih 23 tahun), sedangkan Hasselt dari Belanda wafat dua tahun kemudian (usia 44 tahun). Mereka dimakamkan dalam satu liang lahat sebagai tanda ikatan persahabatan yang abadi sampai akhir hayat.
Bukan hanya di atas nisan, nama mereka juga diabadikan dalam nama ilmiah flora dan fauna, khususnya dua spesies anggrek Dendrobium, yaitu Dendrobium hasseltii dan Dendrobium Kuhlii. Dua spesies anggrek indah yang berkerabat dekat ini melambangkan persahabatan dua ahli Botani dan Zoologi itu.
Dua spesies anggrek ini tumbuh bersama di dalam hutan lumut Gunung Gede. Kemudian Dr Johannes Jacobus Smith memadukan kedua sahabat itu menjadi nama sebuah marga anggrek Jawa, Kuhlhasseltia javanica pada 1910.
Dr Johannes Jacobus Smith merupakan ahli botani berkebangsaan Belanda kelahiran Antwerp pada 1867. Dia banyak meneliti flora dari seluruh Indonesia, terutama anggrek. Dia juga pernah menjabat sebagai kurator dan direktur Kebun Raya Bogor selama 11 tahun pada 1913 sampai 1924.
Begitulah, makam kuno yang sunyi bukan hanya tumpukan marmer dingin berisi torehan nama-nama asing. Juga bukan cuma kisah misteri dengan aroma mistis. Sebaliknya, banyak jejak sejarah dan kisah yang layak digali, seperti tentang persahabatan yang abadi.[sindonews]