Sudah tentu dari sedikit ke sedikit, dari yang tidak berarti sampai pada yang berkenaan dengan asasnya, membenci sorban dan kofyah Arab, meningkat ke kaifiyat ibadah.
Salah seorang menyebut kofyah, brem, suatu sebutan yang menghina, padahal sorban itu sunnaturrasul, sekurang-kurangnya pakaiannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mana akhirnya kita malu memakainya, terutama pemuda-pemuda kita.
Dengan lain perkataan: kita sudah meninggalkan sunnaturrasul, atau dengan perkataan yang lebih tajam: kecintaan kita kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah dapat diperkurangkan. Sebab mencinta seseorang itu menarik kepada menirunya. Lihatlah bangsa kita yang mencinta barat, segala-galanya meniru barat!
Orang yang tergila-gila pada Nyi Laila, berulang-ulang datang menjenguk rumahnya, sekalipun Nyi Laila sudah tidak bertempat di situ. Orang yang melihatnya merasa heran. Maka si Majnun Laila menyahut: “Bukanlah mencinta rumah, tetapi mencinta yang menempati rumah.”
Begitulah akibatnya mencinta sesuatu, menarik kepada mencinta yang dicinta oleh sesuatu itu, dan mencintai sesuatu yang bersifat sesuatu itu pula. Begitupun juga membenci sesuatu, menarik kepada membenci yang dibenci oleh sesuatu itu, dan membenci sesuatu yang bersifat sesuatu itu.
Tak Sadar Tengah Ditipu
DEMIKIANLAH akibatnya anti-Arab itu. Dengan sendirinya menghalau orang-orang kita membenci sesuatu yang bersifat Arab, tingkah laku Arab, dan alhasil apa-apa yang Arabitische, sekalipun dibenarkan atau diseyogiakan atau disunnatkan atau diwajibkan oleh syara’ Islam.
Sudah tentu dari sedikit demi sedikit, dan dari yang ringan-ringan sampai yang pokok, akhirnya sampailah pada sabda Rasulullah di atas kepala karangan: “Jangan kamu membenci aku maka kamu bercerai dengan Igamamu, yaitu kamu membenci Arab, maka kamu membenci aku.”