Umat Islam ternyata sejak dari dulu memang sudah tidak asing dengan krisis ekonomi. Setidaknya, sejak zaman Rasulullah, ada dua krisis ekonomi besar yang pernah dicatat oleh buku sejarah Islam.
Pertama, ketika umat Islam diboikot oleh kaum Yahudi dalam masa awal penyebaran Islam. Yang kedua, pada zaman kekhalifahan Umar bin Khattab. Apa penyebabnya dan bagaimana Khalifah Umar bin Khattab mengentaskannya?
Krisis itu terjadi tepatnya pada tahun 18 hijriah. Peristiwa besar ini kemudian disebut “Krisis Tahun Ramadah”. Saat itu di daerah-daerah terjadi kekeringan yang mengakibatkan banyak orang dan binatang yang mati. Orang-orang pun banyak yang menggali lubang tikus untuk mengeluarkan apa yang ada di dalmnya—saking langkanya makanan.
Khalifah Umar yang berkulit putih, saat itu terlihat hitam. Ia pun berdoa: “Ya Allah, jangan Engkau jadikan kebinasaan umat Muhammad pada tanganku dan di dalam kepemimpinanku.”
Beliau juga berkata kepada rakyatnya: “Sesungguhnya bencana disebabkan banyaknya perzinaan, dan kemarau panjang disebabkan para hakim yang buruk dan para pemimpin yang zalim… Carilah ridha Tuhan kalian dan bertobatlah serta berbuatlah kebaikan”.
Tidak lama kemudian berbagai krisis tersebut segera diatasi. Saking sejahteranya, tiap bayi yang lahir pada tahun ke-1, mendapat insentif 100 dirham (1 dirham perak kini sekitar Rp. 30 ribu, tahun ke-2 mednapatkan 200 dirham, dan seterusnya. Gaji guru pun per bulan mencapai 15 dinar (1 dinar emas kini sekitar Rp 1,5 juta).
Pada tahun 20 hijriah, khalifah Umar juga mencetak mata uang dirham perak dengan ornamen Islami. Ia mencantuman kalimah thayibah, setelah sblmnya umat Islam menggunakan dirham dari Persia yang di dalamnya terdapat gambar raja-raja Persia.
Adapun pencetakan dinar emas berornamen Islami diberlakukan pada masa kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan pada tahun 75 hijrah. (sa/Sumber: Al-Fiqh al-Iqtishadi li Amir al-Mukminin Umar Ibn Khathab”)