QS al-Mā’idah/5:25 adalah doa yang dipanjatkan Musa ketika ia meminta pertolongan kepada Allah lantaran kaumnya enggan memenuhi perintah Allah untuk memasuki tanah suci (al-arḍ al-muqaddasah) yang dijanjikan. Mereka tidak mau berperang dengan penguasa bengis yang menguasainya. Musa berkata:
قَالَ رَبِّ إِنِّي لَا أَمْلِكُ إِلَّا نَفْسِي وَأَخِي فَافْرُقْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ (25)
25. Musa berkata: “Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku, sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasiq.”
Latar belakang permohonan doa yang diungkapkandalam kisah Musa AS ini bermula dari datangnya perintah Allah SWT kepada Bani Israil yang baru saja selamat dari kejaran bala tentara Fir’aun dengan menyeberangi Laut Merah untuk pergi menuju tanah suci yang dijanjikan. Pada QS al-Mā’idah 5:21disebutkan bahwa Musa berkata, “Hai kaumku, masuklah ke tanah suci yang telah ditetapkan Allah bagimu, dan janganlah kalian lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka kelak kalian menjadi orang-orang yang merugi.”
Perintah inilah yang mengundang penolakan dari Bani Isra’il lantaran ketakutan mereka kepada musuh, sehingga mereka pun enggan berperang dan berjuang merebut wilayah yang dijanjikan itu dari musuh-musuh mereka.
Tafsir al-Arḍ al-Muqaddasah
Pertanyaan pertama yang harus dibahas di sini adalah negeri manakah yang dimaksudkan sebagai tanah suci yang ditetapkan Tuhan untuk Bani Israil ini?Ṭabarī menyitir riwayat Mujahid dari Ibn ‘Abbās dan mengatakan bahwa tanah suci bangsa Israil ini adalah Bukit Sinai dan sekitarnya.[1]Sementara menurut riwayat Qatādah, negeri yang dimaksud adalah tanah Syām.[2]Beberapa tabi‘īn berpendapat bahwa negeri yang dimaksudkan adalah negeri Arīḥā.[3] Ada pula yang menganggap tanah suci yang dijanjikan itu adalah tanah kota Damaskus, negeri Palestina, dan sebagian wilayah Yordania, sebagai tempat-tempat yang diberkati.[4]
Sementara itu, selain sama-sama menyebutkan tempat-tempat di atas —yang sama sudah disebutkan dalam kitab Tafsir at-Ṭabarī, Khāzin mengungkapkan tafsirannya sendiri bahwa ia menemukan di dalam kitab suci (Taurat) bahwa tanah wilayah Syām adalah salah satu khazanah simpanan Tuhan, banyak hamba Allah yang menetap di dalamnya, yang Allah telah tetapkan bagi Bani Israil.
Khāzin menerangkan bahwa di Lauḥ Mahfuẓ telah ditetapkan bahwa tanah itu milik kalian Bani Israil untuk ditinggali. Allah telah memerintahkan kepada Bani Israil untuk memasuki tanah ini dan mendiaminya. Hanya saja, Khāzin menegaskan bahwa janji ini mensyaratkan adanya ketaatan, sehingga ketika syarat yang diajukan tidak terpenuhi akibat penolakan Bani Israil sendiri, maka mereka pun sebenarnya telah kehilangan hak mendiami tempat itu.[5]
Bani Israil menolak berperang merebut tanah suci
Sudah diperingatkan dalam QS al-Mā’idah/5:21, agar mereka tidak takut terhadap musuh yang akan dihadapi oleh kaum Israil dalam perjuangan merebut tanah yang dijanjikan. Bani Israil pada kenyataannya menolak perintah Tuhan untuk memasuki tanah suci yang dijanjikan, lantaran ketakutan mereka terhadap penguasa kejam yang menguasai tanah itu. Dalam QS al-Mā’idah/5:22-24, disebutkan,
22. Mereka berkata: “Hai Musa, Sesungguhnya di dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa;sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka ke luar. Jika mereka ke luar, kami pasti akan memasukinya.”
23. Berkatalah dua orang di antara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: “Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kalian memasukinya niscaya kamu akan menang, dan hanya kepada Allah hendaknya kalian bertawakkal, jika kalian benar-benar orang yang beriman”.