Eramuslim.com – Ada kisah menarik dari KH As’ad Syamsul Arifin. Dia ulama yang sangat kharismatik. Preman paling jahat saja sangat hormat pada sosoknya.
Saat Belanda coba mengusik kembali Kemerdekaan Indonesia, Kiai As’ad langsung angkat senjata. Dia memimpin Laskar Sabilillah dan Laskar Hizbullah untuk melawan Belanda.
Kiai As’ad juga mengumpulkan para penjahat, preman dan berandalan di daerah Tapal Kuda. Dia menyatukan semua bandit dan jawara di wilayah Banyuwangi, Situbondo, Jember, Lumajang dan Pasuruan untuk memerangi penjajah.
“Barisan bandit ini kemudian dihimpung dengan satu nama: Barisan Pelopor. Mereka gemar berpakaian serba hitam. Senjatanya clurit, rotan dan keris,” demikian ditulis Munawir Aziz dalam Buku Pahlawan Santri, Tulang Punggung Pergerakan Nasional.
Peluncuran buku ini digelar di Jakarta, Sabtu (7/5) lalu.
Walau bandit dan jawara, semua orang di Barisan Pelopor tunduk pada Kiai As’ad. Mereka sangat menghormati sosok ulama yang menguasai ilmu agama, kanuragan hingga strategi militer.
Maka bersatulah preman dan santri untuk memperjuangkan tegaknya Republik Indonesia. Kiai As’ad memerintahkan perang gerilya. Taktik ‘hit and run’ para laskar ini menyulitkan patroli militer Belanda
Para berandal dan santri ini menunjukkan keberanian mereka. Berkali-kali perintah Kiai As’ad untuk merebut senjata Belanda sukses dilakukan. Senjata yang direbut dikirimkan pada Kiai As’ad lewat hutan. Kemudian disembunyikan di lumbung padi, masjid atau ditimbun di kuburan. Hal ini terus dilakukan sampai Belanda pergi tahun 1949.
Satu pesan yang selalu mereka ingat. “Perang itu harus menegakkan agama dan merebut negara. Kalau hanya merebut negara, hanya mengejar dunia, akhiratnya hilang. Niatlah menegakkan agama dan membela negara sehingga kalian akan mati syahid,” kata Kiai As’ad.
Semoga semangat Kiai As’ad Syamsul Arif, penjaga benteng NKRI bisa diteladani generasi muda. Terlebih di saat kondisi Indonesia sekarang yang dikuasai para maling dan rampok yang menjadi antek-antek asing dan asing. Sepertinya harus ada revolusi kembali, yang menyatukan para Bumiputera yang cinta agama dan negeri, untuk bangkit berjuang merebut kemerdekaan negeri ini kembali. Historia se repete, sejarah itu berulang… (ts)