Selanjutnya Prabowo menjelaskan bahwa atasannya tertembak pahanya, kondisinya parah dan mengeluarkan banyak darah, sehingga radio diserahkan kepada Prabowo. Musuh ketika itu mengepung dan menembaki mereka. Yosfiah lalu memerintahkan Prabowo agar membawa komandannya kembali ke markas, bagaimanapun caranya.
Menyadari bahwa komandannya tidak bisa berjalan lagi dan berada dalam kondisi bahaya karena darah yang terus mengucur, maka Prabowo memutuskan untuk menggendongnya. “Mereka berhasil lolos dan Prabowo mengambil tanggung jawab menggendong sampai ke markas. Itu ada sekitar 3 kilometer dengan medan perbukitan yang keras. Syukurlah komandannya selamat dan lukanya bisa dioperasi,” tutur Yunus Yosfiah.
Karena cerita masuk ke soal pertempuran dan tentang operasi akibat luka tembak, maka sayapun kepo. Saya memaksa diri menanyakan hal yang sangat sensitif, “Maaf pak, apakah betul Pak Prabowo juga pernah tertembak, maaf, di bagian alat vitalnya hingga parah dan harus dioperasi?”
Kontan Pak Yunus Yosfiah tertawa mendengar itu. Tapi hanya sejenak, karena ia lalu menjelaskan dengan tekanan intonasi tegas,
“Itu..! Saya heran darimana orang fitnah itu. Prabowo tidak pernah tertembak paha atau alat vitalnya. Nah, mungkin yang dimaksud komandan yang ditolongnya itu. Tapi orang yang tidak suka bilang itu Prabowo.”
Mendengar penjelasan itu, saya masih penasaran dan ingin menegaskan, “Maaf pak, jadi Pak Prabowo masih ‘normal’ ya pak, tidak seperti cerita-cerita yang santer beredar itu?”