Berdasarkan kisah Yunus Yosfiah tersebut, dan jika kemudian kita terbang ke masa kini, maka menjadi pantas jika pada 27 November 2018 lalu, The Economist mendaulat Prabowo Subianto sebagai Pembicara Utama pada acara ‘The World in 2019 Gala Dinner’ di Singapura. Karena ternyata keduanya, Prabowo dan The Economist, adalah ‘kawan lama’.
Undangan istimewa The Economist itu sempat menuai kontroversi dan pertanyaan di tanah air, mengapa mereka memutuskan mengundang Capres Prabowo dan bukan Jokowi. Namun dalam kapasitasnsya sebagai media trendsetter, tentu para petinggi majalah bergengsi itu tidak sembarangan dalam mengambil keputusan memilih Prabowo. Pada catatan resmi Gerindra, Prabowo diundang dalam kapasitas sebagai Ketua Umum Partai Gerindra dan sebagai Calon Presiden RI. Artinya, selain sebagai politikus, ia juga dimintai pandangan strategisnya ketika terpilih sebagai Presiden Indonesia 2019-2024 nanti. Padahal kandidat presiden ada 2.
Keputusan The Economist kemudian dinilai sangat tepat oleh rakyat Indonesia. Media sosial riuh mengelu-elukannya. Karena Prabowo tidak memalukan ketika tampil di event kelas dunia itu. Ia berhasil menjadi wakil wajah Indonesia yang terdepan. Ia tampil tanpa teks, berbicara dalam bahasa inggris yang fluent, menjawab berbagai pertanyaan dengan tangkas, dan mampu memaparkan berbagai pandangan politik serta gagasan ekonominya secara jernih dan cerdas.