Hal ini tentu memusingkan para pembesar Mesir. Akhirnya mereka memutuskan untuk membuat sodetan panjang yang menghubungkan Laut Merah dengan Laut Tengah dan membangun armada laut yang kuat.
Bangsa Mesir memang sudah lama dikenal sebagai bangsa yang menguasai teknik pelayaran jauh. Nancy Jenkins dalam The Boat Beneath the Pyramid (1970) menulis, dalam suatu penggalian arkeologi di gurun dekat Kairo, ditemukan sebuah bangkai kapal laut yang dibenam di dalam satu kuburan khusus di bawah piramida Firaun Cheops. Firaun ini hidup lebih dari enam abad sebelum Firaun Sesostris naik tahta. K
apal itu dipisah-pisah secara sengaja dan cerdas menjadi sekira 1.200 potongan dan diletakkan di dalam sebuah kuburan besar. Dalam kondisi gurun yang kering dan hampa udara, potongan-potongan kapal tersebut tetap utuh saat ditemukan setelah terkubur selama lebih dari empatribu limaratus tahun.
Ketika potongan-potongan kapal itu dirakit kembali oleh satu tim ahli, terbentuklah seuah kapal yang elok sepanjang 141 kaki, dengan balok sepanjang 19 kaki yang terbuat dari papan-papan kayu cedar Lebanon. Balok-balok kayu yang berukuran 70 kaki dirangkai dengan indah dengan menggunakan rumput halfa.
Kapal-kapal bangsa Mesir kala itu sudah berlalu-lalang di Terusan Suez, baik ke arah Lebanon maupun ke Laut Merah menuju selatan. Selama beberapa abad setelah berakhirnya pemerintahan Sesostris, kebudayaan Indus mulai mengalami kemunduran.
Dan Terusan Suez yang kala itu disebut sebagai Terusan Firaun pun terbengkalai. Terusan tersebut akhirnya tidak terurus dan tertutup pasir, sehingga sejarah mencatat sejak itu tidak ada lagi interaksi antara Mediteranian dengan Samudera Hindia sampai seribu tahun sesudahnya.
Namun Sesostris telah memelopori gagasan yang tidak terlupakan; ketika Firaun Necho (berkuasa pada abad ke-6 SM) memimpin armada Phoenician yang berlayar mengelilingi Afrika, ia bersiap-siap membangun kembali terusan baru dari cabang Pelusian di Sungai Nil menuju Bitter Lakes, proyek raksasa ini kabarnya menelan 100.000 korban jiwa.
Proyek ini diteruskan oleh Darius I dari Sungai Nil menuju Laut Merah, pada 521 SM hingga 485 SM. Ketika terusan ini tertutup kembali oleh sedimentasi alam, tertutup pasir dan tanah, beberapa tahun kemudian dibuka kembali oleh orang-orang Athena; dan dua abad kemudian oleh Ptolemy Philadelphus.
Robert Dick-Read mencatat, pemerintah Romawi tidak mengurus terusan itu dengan baik sehingga tertutup kembali. Barulah pada akhir abad ke-1 M, Kekaisaran Trajan membuka kembali terusan itu dan dikelola oleh Hadrian dan Antonines hingga akhir abad ke-2 M.