Lalu kemudian diganti dan diubah menjadi de Hoenderpasar Brug (Jembatan Pasar Ayam) karena di dekat jembatan tersebut ada pasar ayam yang cukup ramai.
Keterangan yang didapat terjadi seperempat abad kemudian, tepatnya pada 1655, jembatan ini disebut mengalami kerusakan yang cukup parah akibat terjangan banjir dan diperbaiki. Setelah berfungsi kembali maka namanya lagi-lagi diganti menjadi Jembatan Het Middelpunt Burg atau ‘Jembatan Pusat’.
Pada masa kejayaan Ratu Juliana, jembatan ini pernah berganti nama menjadi Jembatan Ratu Juliana, karena pernah diperbaiki oleh sang ratu.
Jembatan Kota Intan yang terbuat dari kayu ini memiliki panjang sekira 30 meter dan lebar 4,43 meter. Jembatan yang ada di utara Toko Merah ini menjadi satu-satunya yang tersisa dari jembatan sejenis yang pernah dibangun penjajah Belanda.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia jembatan ini berganti nama menjadi Jembatan Kota Intan sesuai dengan nama lokasi setempat, dimana pada masa awal pembangunannya terletak persis di ujung kubu/bastion Diamond dari Kastil Batavia.
Jembatan Kota Intan ini merupakan jembatan gantung, seperti kebanyakan jembatan-jembatan besar lain yang juga digantung di negeri asalnya VOC, yaitu Belanda.
Jadi Monumen
Seiring perjalanan waktu, jembatan yang pernah jadi jembatan hidrolik pun menjadi jembatan biasa, karena sistem hidroliknya rusak dan tak bisa diperbaiki lagi, lalu setelah berusia bilangan abad, jembatan ini sekarang hanya dijadikan benda bersejarah dan banyak warga Jakarta dan juga dari belanda sendri yang datang untuk melihatnya sebagai monumen bersejarah.
Selama masa PPKM, seperti kawasan wisata pada umumnya, monumen ini tertutup untuk umum. Semoga Pandemi cepat berakhir agar kita bisa kembali melihat-lihat benda-benda bersejarah yang dapat menambah wawasan kita semua. Aamiin. [rz]