Dalam ceramahnya di depan penduduk, menurut kesaksian Sphrantze, Sultan Mehmet II mengatakan tidak ada larangan bagi orang Yunani dan Turki menjalankan agama masing-masing. Umat Kristen adalah ahlikitab. Ibrahim, Maria dan Isa, dihormati umat Islam.
“Sesuai hukum Islam yang tertulis di dalam Al Quran, umat Kristiani berstatus zimmi, atau orang yang dilindungi, bebas beribadah, dan hidup menurut hukum agama sendiri,” demikian Sultan Mehmet II seperti ditulis Sphrantzes.
Tidak ada tahta suci Ortodoks di Konstantinopel pada 1453, akibat perselisihan Gereja Ortodoks dengan Paus. Sultan Mehmet II bisa saja membiarkan tahta itu kosong, dan menghilang seperti yang terjadi di Anatolia.
“Yang dilakukan sang penakluk tidak demikian. Ia adalah raja yang berpikiran terbuka pada zamannya,” tulis sejarawan itu. “Ia menghidupkan kembali Patriakat Oecumenical, yang memimpin Gereja Ortodoks sejak abad keempat masehi.”
Sultan Mehmet II mencari George-Gennadios Scholarius, biarawan berusia 50 tahun yang dihormati umat Islam dan Kristen Turki. Scholarius saat itu ditangkap pasukan Sultan Mehmet II di sebuah desa dekat Edirne, dan diperlakukan dengan sangat baik.
Kritovoulos, sejarawan lain Byzantium, menulis; Sultan Mehmet II membawa Scholarius ke Konstantinopel dan memberinya tahta suci dan kekuasaan sebagai imam besar Gereja Ortodoks. Pada 5 Januari 1454 Scholarius dinobatkan dan disucikan di Gereja Rasul Kudus.
Tidak ada penduduk Konstantinopel yang diperbudak, kendati saat itu perbudakan adalah hal biasa. Bahkan Hüma Hatun, ibu Sultan Mehmet II, mantan budak.