Hari ini dan kedepan, pendekatan nirmiliter (ekonomi) niscaya lebih menonjol daripada pendekatan kekuatan (militer). Munculnya trade war merupakan konsekuensi atas isu perubahan power concept di atas. Nah terkait judul di atas, pertanyaan selidik pun muncul, “Apa saja agenda senyap asing tersebut?”
Sebelum jauh melangkah, kita sepakati saja untuk diksi “agenda senyap asing” diubah frasanya menjadi “alat penyerbu” guna menyelaraskan narasi dengan judul.
Geopolitik mencermati, bahwa yang diserbu selama ini hanyalah sasaran antara belaka, bukan (sasaran) tujuan pokok. Bahwa tujuan pokok atau target utama kolonialisme tetaplah lestari sepanjang masa yakni penguasaan geoekonomi negara yang ditarget. Bila diksi geoekonomi dalam penjajahan purba artinya rempah-rempah, sedangkan geoekonomi di era kini maknanya ialah pangan, emas, minyak, gas bumi dan/atau jenis mineral lainnya, kendati United Natios atau PBB lebih menekankan kepada water, food and energy (air bersih, pangan dan energi).
Sedangkan “alat penyerbu” yang akan dibahas, sejatinya hanya bagian kecil dari geostrategi senyap asing dalam rangka mengacak-acak sebuah negara (target) koloni, termasuk Indonesia.
Tak boleh disangkal, bahwa alat penyerbu yang tengah digunakan oleh asing, selain berdaya rusak tinggi dalam penghancuran semangat dan iman perjuangan, mampu melemahkan daya juang bangsa terhadap kolonialisme di negaranya, ia juga mampu mengaburkan perhatian publik agar skenario penjajahan yang tengah dijalankan secara asimetris (nirmiliter) tidak dipahami oleh bangsa terjajah. Seolah tidak terjadi apa-apa, seakan-akan semua asyik-asyik saja.