Eramuslim.com – Hari libur nasional akhir pekan di sejumlah negara berbeda-beda. Ada yang Jumat dan Sabtu dan ada pula Sabtu Ahad. Untuk libur Sabtu dan Ahad apakah hal demikian dianggap sebebagai perbuatan yang menyerupai non-Muslim Yahudi dan Nasrani?
Muncul perbedaan di kalangan ulama. Mantan dekan Fakultas Syariah Universitas Islam Imam Muhammad Ibn Sa’ud, Arab Saudi, Prof Su’ud al-Fanisan, berpendapat memang Islam tak mengenal hari libur tertentu. Hari-hari selama sepekan, hakikatnya adalah rutinitas dan bergerak.
Namun demikian, jika memang hendak menetapkan hari libur, semestinya tidak menyerupai pola libur yang berlaku di kalangan Yahudi. Dalam tradisi mereka, Sabtu merupakan hari yang suci sehingga Jumat dinyatakan libur untuk beragam bentuk persiapan. Atas dasar ini maka penetapan itu adalah bentuk penyerupaan (tasyabuh) dengan tradisi Yahudi. “Ini tidak diperbolehkan,” ujarnya.
Prof Su’ud pun lantas mengutip sejumlah dalil, antara lain, Rasulullah SAW pernah menegur sejumlah sahabat yang “memberkati” senjata mereka di pepohonan dengan rujukan kebiasaan Yahudi. Rasul lantas melarang mereka.
Selain dalil ini, ia berargumentasi pula bahwa perubahan hari libur nasional itu, berarti mengubah pula tradisi yang baik beralih jelek. Apalagi, Kamis merupakan hari yang sarat dengan keutamaan karenanya dianjurkan berpuasa. Allah SWT berfirman, “Maukah kamu mengambil yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik?” (QS al-Baqarah [2]:61).