Seorang wartawan yang baru beberapa bulan bekerja di salah satu majalah terkenal di negera Arab menjelaskan bahwa Gaza adalah pusat kesehatan terbesar (The Biggest Health Center) di dunia. Ceritanya bermula ketika sekretaris pimpinan redaksi (Pemred) majalah itu memberitahukan bahwa wartawan bernama Sa’id itu harus segera menghadap sang Pemred. Dengan hati gembira, wartawan yang masih muda dan enerjik tersebut segera menghadap pimpinannya.
Sa’id diterima dengan sangat hangat oleh pimpinannya sambil berkata : Selamat datang wartawan muda…. Terbukti keberadaan Anda yang tidak begitu lama di Gaza telah membuktikan pada kami bahwa Anda adalah wartawan yang tangguh dan serius. Saya mewakili pimpinan media ini mengucapkan banyak terima kasih..
Sebagai imbalannya, saya memutuskan Anda menulis laporan utama untuk terbitan pekan depan terkait dengan blokade terhadap Gaza yang dilakukan oleh Yahudi dan pemerintah Mesir. Sa’idpun menjawab dengan penuh semangat : Terima kasih pak atas kepercayaan yang diberikan kepada saya. Semoga saya bisa melaksanakan tugas mulia ini dengan baik dan maksimal. Tema Gaza ini memang menjadi konsentrasi saya sejak saya diterima bekerja di majalah ini.
Sa’id melanjutkan ungkapan kegembiraannya : Saya akan tulis semua hal terkait dengan Gaza secara detail karana saat ini hati kaum Muslimin sedunia memang sedang terluka dan bersedih melihat blokade terhadap Gaza.
Sambil menganggukkan kepala, sang Pemred berucap; Anda benar, Anda benar… lalu Sa’id berkata : Saya akan mulai segera dan akan buat tulisan-tulisan yang akan menggema ke seluruh penjuru dunia, insya Allah…Barakallahu fika ya akhi… (semoga Allah memberkahimu saudaraku), ucap sang Pemred tadi. Namun, sebelum Anda mulai menulis, ada beberapa catatan kecil yang perlu Anda perhatikan. Sai’id segera beratanya : Apakah catatan kecil itu pak?
Lalu sang Pemred meneruskan: Andakan tahu bahwa majalah kita ini tidak didukung oleh tokoh-tokoh besar di negeri ini. Maksudnya? Kata Sai’d, sambil menyela perkataan pimpinannya itu. Maksudnya, tulisan Anda jangan sampai menyinggung pemerintahan Arab yang terlibat memblokade Gaza dengan penuh semangat dan begitu aktif.. Semoga Allah meridhai Anda..Kita tidak mau bermasalah dengan para inteligen negera-negara Arab yang ikut memblokade Gaza… Bisa-bisa kita dituduh merusak hubungan persaudaraan antar negara-negara Arab, kata Pemred itu..
Sambil melepaskan nafas panjangnya, Sai’d menjawab : Yaach… Oke pak. Saya akan jaga catatan itu, kendati saya melihat hubungan persaudaraan negara-negara Arab tidak akan bisa dirusak oleh siapapun…Lalu sang Pemred meneruskan arahannya :
Barakallhu fik… Tapi, ada catatan kecil lagi yang tak kalah pentingnya yang perlu Anda ingat. Apa itu? Jawab Sa’id… Andakan tahu bahwa distribusi majalah kita bukan hanya di negera-negara Arab, akan tetapi juga di negara-negara Eropa dan Amerika. Kita tidak mau dituduh mendukung terorisme sehingga majalah kita dilarang beredar di sana. Sebab itu, dalam tulisan nanti, Anda jangan sama sekali menyinggung perlawanan bangsa Palestina terhadap Israel dan hak mereka untuk memerangi penjajah Yahudi… Kita tidak mau menghadapi banyak masalah…Nanti kita dituduh mendukung teroris. Oke? Semoga Allah meridhai Anda. Kata Pemred majalah tersebut.
Mendengar keterangan pimpinannya, Sa’id menjawab : Baik pak! Padahal dalam hatinya berkata : Sadis amat Pemred ini, mau membela Gaza, tapi tidak boleh ini dan tidak boleh itu? Dalam hatinya ia berkata : Aku tidak mengerti bagaimana cara membela masyarakat Gaza yang tak punya senjata menghadapi pasukan teroris Israel yang dilengkapi dengan berbagai senjata canggih itu?
Sa’id mengira ceramah Pemrednya selesai. Tiba-tiba ia dikagetkan lagi dengan ungkapannya : Kita tidak boleh menyinggung oarng-rang kaya Arab dan bagaimana mereka menghabiskan uang mereka jutaan dolar AS untuk pesta kembang api, pesta artis, penyanyi di saat penduduk Gaza mati kelaparan. Andakan tahu sumber pendapatan majalah kita dari iklan. Bila orang-orang kaya itu tersinggung dan marah pada majalah kita, kita tidak akan mendapatkan iklan mereka.. Anda mengerti kan? Kita belum siap kelaparan seperti penduduk Gaza. Oke?
Mendengar ungkapan terakhir itu, Said tidak bisa lagi menyembunyikan marahnya, lalu ia berkata. Oke Bos… Masih ada perintah lain? Tanya Sa’id. Sebenarnya tidak ada lagi. Saya sebenarnya tidak mau banyak menasehati Anda… Ingat ya! Jangan bicara soal anak-anak Gaza yang sedang berjuang menghadapi kematian karena kelaparan dan serangan berbagai penyakit. Anda tahukan bahwa media Arab sibuk mengurusi kontes kecantikan hewan ternak. Sedangkan media Barat sibuk pula meliput anjing yang ditemukan pasukan Amerika di Irak, bahkan mereka meminta agar pemerintah Barack Obama meberikan suaka poltik agar anjing tersebut bisa masuk dan menjadi warga negara Amerika.. Masalah ini juga jangan Anda singgung. Nanti organisasi penyayang hewan dunia bisa marah kepada kita. Mengerti? Kata Pemred itu kepada Sa’id.
Di muka Said memancar warna kemerahan pertanda marahnya sudah memuncak. Namun, karena Sai’id seorang yang taat ibadah, ia bisa menahan marahnya. Lalu ia memuji Allah sambil berkata : Subhanallah… Apalagi perintahnya Bos? Bosnya dengan tenang menjawab : Tidak ada lagi, hanya itu saja, bagi saya sudah cukup. Lalu Sa’id menimpali perkataan bosnya : bapak yakin tidak ada lagi perintah lain? Kitakan tidak ingin orang lain marah karena tulisan kita kan?
Mendengar pertanyaan itu, sang Pemred ingat lagi masalah lain yang tak boleh disinggung sambil berkata : Oh ya, karena Anda ingatkan saya, saya masih punya larangan lain yakni, terkait dengan dialog antar agama yang akan diadakan di Negara kita bebrapa hari lagi. Kita tidak mau dituduh oleh para promotornya sebagai penghalang acara tersebut. Sebab itu, Anda jangan sama sekali menyinggung kaum Yahudi dan penindasan mereka terhadap bangsa Palestina serta penghinaan mereka terhadap tempat suci kaum Muslimin. Nanti para penggagas dan pendukung dialog antar agama bisa marah pada majalah kita loh!. Dengan suara keras, Sa’id menjawab : OKE BOOOSS?
Akhirnyanya Sa’id keluar dari ruangan pimpinannya dalam keadaan marah besar karena dia ditugaskan menulis tentang kenyataan yang ada di Gaza, akan tetapi dengan seribu satu pantangan…Namun Sa’id tidak kehabisan akal, karena ia seorang wartawan cerdas. Tanpa melanggar perintah bosnya, ia menulis laporan utama terkait Gaza dan keesokan harinya ia serahkan hasil tulisannya itu kepada pimpinannya agar dikoreksi sebelum diturunkan. Isi tulisannya ialah :
Gaza adalah The Biggest Health Center and NO.1 di dunia. Penduduknya menghabiskan hari-hari mereka dengan sangat bahagia setelah memutuskan untuk mengikuti nasehat para ahli kesehatan moderen agar tidak mengkonsumsi makanan yang menyebabkan kolesterol tinggi, tekanan darah naik, dan kegemukan. Demikian pula, mereka berhasil menghindari faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan yang disebabkan bahan bakar minyak dan zat kimia lainnya. Untuk itu, mereka menerapkan olah raga berjalan kaki yang sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh dan akal, khususnya bagi para manula, orang cacat, orang sakit dan para wanita hamil.
Adapun rumah sakit dan tempat-tempat pelayanan kesehatan sudah ditutup, karena sudah terbukti dan tidak perlu diragukan bahwa obat-obat tradisional alias moderen adalah penyebab munculnya berbagai penyakit dan membunuh daya imunitas tubuh. Sebab itu, para penduduk Gaza kembali mengkonsumsi obat-obatan yang terbuat dari daun kayu dan rumput-rumputan atau apa yang disebut dengan alami atau herbal karena mengikuti petuah atau metode pengobatan kuno, atau konsep, back to nature.
Sebab itu, penduduk Gaza menjadi orang-orang yang kuat dan sehat sehingga mampu menggali terowongan sepanjang belasan kilometer, pemberani, dan seakan tidak mempan senjata canggih, kendati dihujani dengan white phosphor lebih dari 1.5 juta kg. Karena itu pulalah semua penduduk Gaza, laki-laki, wanita dan anak-anak banyak mengucapkan terima kasih pada pemerintah yang ikut memblokade mereka. Boikot dan blokade itu telah menyebabkan mereka menemukan jalan hidup (life style) yang sehat wal afiat dan jauh dari godaan peradaban yang merusak kesehatan, baik fisik maupun akal.
Yang lebih utama, mereka meminta pada Allah agar Allah memberikan kesempatan pada para pemimpin negera yang ikut memblokade Gaza, isteri-isteri dan anak-anak mereka agar dapat kesempatan menerapkan pola hidup sehat seperti yang mereka lakukan sejak beberapa tahun belakangan.
Demikian juga, penduduk Gaza berterima kasih pada pemerintahan Israel yang dengan terpaksa menugaskan ribuan pasukannya untuk mengontrol dan meyakini tidak sampainya bantuan dan bahan-bahan yang berbahaya – seperti yang dijelaskan sebelumnya- ke Gaza. Semoga blokade itu mejadi faktor kebaikan yang banyak bagi Gaza dalam segala hal dan turunnya pertolongan dari Allah.
Amin yaa Robb.… (fj/zadalebad.com)